Tiga Puluh Enam Ribu


“Ini apa, Kak?”

“Ooh…itu nota pembelian, Dik. Jauh juga kertas ini terbang, dari stasiun Gambir hingga ke sini.”

“Stasiun Gambir? Tempat naik kereta ya, Kak?”

“Iya.”

“Jadi, kertas itu artinya apa, Kak?”

“Kertas kecil ini menunjukkan pembelian 2 gelas jus.”

“Jus?”

“Iya, itu lho Dik, minuman dingin yang dari buah-buahan itu.”

“Ooh… iya Kak, aku tahu. Enak ya Kak panas-panas begini minum jus.”

Si adik menelan ludah. Si kakak ikut-ikutan menelan ludah.

“Kapan-kapan kita beli jus ya, Dik.”

“Tapi mahal ya, Kak. Tiga puluh enam ribu bisa untuk berapa kali makan.”

“Iya, Dik. Cukup mahal ya.”

“Kalau kita punya uang sebanyak itu, aku mau beli es krim Kak.”

“Aku mau beli shampo aja, Dik. Biar kita bisa keramas.”

Si adik tertawa menatap rambut kakaknya yang sudah menggimbal. Si kakak juga tertawa menertawakan adiknya yang sedang tertawa.

“Eh Dik, lampunya udah merah lagi tuh. Yuk kita ngamen lagi.”

“Siap, Kak.”

Si kertas nota kecil kembali menghilang diterbangkan angin.

***

Note : 153 kata

[Prompt Monday Flash Fiction #11]

36 thoughts on “Tiga Puluh Enam Ribu

  1. memasukkan ide ttg nota pembelian yang terbang dari gambir itu.. teramat tak terpikir oleh eMak.

    lagi2.. laik banget!
    ___
    heuheu…sebetulnya agak2 ga logis sih mak si nota itu terbang dan masih terbaca. Tapi ceritanya ini di perempatan Cempaka Putih, jd ga jauh2 bgt lah dr Gambir *halah* qiqiqiqi

    Like

    • Setuju…36.000 tentu jumlah yg banyak bagi mereka yg sehari2nya bisa makan dgn layak 1 kali pun udah syukur ya Teh T_T
      ___
      Iya Dang, begitulah faktanya 😦

      Like

  2. Pingback: Tiga Puluh Enam Ribu (BTS) | Rindrianie's Blog

  3. Aku ada ide juga ttg anak2 seperti ini, tapi bingung menggabungkannya dg nota, apalagi tdk pernah ke St. Gambir jd tdk tau situasinya gimana 🙂 Mbak Orin ngalir aja ceritanya, enak dibaca. Terharu deh 😦
    ___
    ayo mbaaa digabungkaaan hehehe. Tengkyu ya mba^^

    Like

  4. Mbak, tau nggak. Kebetulan saya kemarin juga udah nulis cerita tentang pengamen dan masih di draft sampe skg. Tapi ceritanya itu pengamen di St. Senen. Tapi beda banget sih ceritanya, cuma ide ttg pengamennya aja yang sama.

    Btw, sukaaa ^^
    ___
    Ide mah wajar kok kalo sama, eksekusinya kan pasti berbeda setiap penulis. Ayo tuliiiiis 😉

    Like

  5. Huhuhu T____T

    Mbak orin kok keren sekali siiiihhhhh! Sini pinjem otaknya biar ditransfer ke aku dikit 🙂
    ___
    hihihihi… kalo udah balikin ya Maaay 😛

    Like

  6. stuju sama coment mak isti.. dan sekali lagi saya sukaaaa ff ini 😉
    emang teh orin mah jago soal percakapan kek gini, simple dan mengena!
    ___
    heuheuheu…terima kasih lho apresiasinya mba Ranny^^

    Like

  7. nggak suka, nggak suka sama cerita ini!!!!
    kenapa bikin aku nangis seh mbak 😦
    *peluk mbak orin yang bikin ceritanya bagus banget*
    ___
    hahahahaha….dasar nih Rieya 😛

    Like

Leave a comment