Sejak dulu saya termasuk orang yang blak-blakan soal usia. Meskipun beberapa tahun terakhir usia saya sudah masuk kategori ‘tua’, tetap saja saya tidak berupaya ‘menyembunyikan’nya, kalau ada yang bertanya tentang usia, saya jawab apa adanya saja. Iyaaaa, usia saya tahun ini 35 tahun! Terlihat lebih muda? Ehem, mungkin karena saya selalu berupaya untuk tetap bahagia :).
Konon, di usia 30-an perempuan telah ‘menemukan’ dirinya sendiri. Berbeda dengan perempuan di usia 20an yang masih penuh gejolak, perempuan usia 30an cenderung sudah tahu apa impiannya, di mana passionnya, atau bagaimana mereka menggapai cita-cita masa mudanya. Tidak jarang, perempuan-perempuan ini bahkan sudah berada di posisi “living their own dream”, sehingga hidup dan kehidupan bagi mereka memang sudah pejal adanya. Tak lagi ngoyo mengejar sesuatu, nyaman atas hidup yang dijalani, walaupun tentu saja selalu ada impian baru-impian baru yang ingin diraih.
Bagaimana dengan saya? Mari saya ceritakan, teman.
Dulu, katakanlah sepuluh tahun yang lalu, rasanya bermimpi pun saya tidak berani. Membayangkan saya berada di belakang kemudi menyetir mobil saya sendiri, serupa menyaksikan kuda putih bersayap yang tengah berjalan di atas pelangi. Lebay ya? He he he. Tapi saya memang baru belajar nyetir beberapa bulan yang lalu, dan memang baru bisa memiliki mobil sendiri beberapa bulan yang lalu juga. Maka ketika itu benar-benar terjadi, rasanya begitu … entah. Impian –yang sebelumnya bahkan tak berani saya mimpikan—telah mewujud.
Dan di usia yang tak lagi muda, ternyata saya mampu mengalahkan rasa malu saya untuk ikut kursus menyetir, dan akhirnya punya SIM A bersama adik-adik yang masih belia itu!
Cerita lain adalah kembalinya saya bekerja kantoran. Dua tahun lalu, saya memutuskan untuk resign dan menjadi full time wife yang berkegiatan di rumah. Salah satu alasannya memang saya ingin segera hamil sehingga membatasi diri untuk tidak terlalu lelah. Alasan lainnya adalah saya ingin fokus menjadi penulis. Novel kolaborasi saya memang diterbitkan Februari 2016 lalu menyusul buku antologi kumpulan cerpen Februari 2014, tapi saya kurang beruntung dengan kehamilan yang tak kunjung datang. Hingga kemudian saya pun nekat menjadi karyawan kantoran lagi.
Kenapa nekat? Karena usia saya yang sudah 35 tahun itu. Memang benar saya punya –setidaknya—9 tahun pengalaman kerja, tapi bukankah para gadis belia kinyis-kinyis fresh graduaters itu lebih ‘menguntungkan’ bagi perusahaan? Tapi toh, alhamdulillah, saya diterima bekerja. Dengan gaji dan posisi yang lebih tinggi daripada pekerjaan sebelumnya saat saya resign dua tahun lalu. See? Usia telah terbukti bukan jadi halangan jika kita tetap berupaya.
Cerita terakhir adalah sebuah passion yang baru saya sadari belakangan. Beryoga. Hal ini bukan hal baru sebetulnya, sejak bertahun-tahun lalu saya sudah ikut latihan dan memang menyukainya. Tapi ya sudah, begitu saja, seperti mendengarkan sebuah lagu enak di radio untuk kemudian segera lupa siapa penyanyi atau apa judulnya ketika lagu berakhir. Kali ini saya betul-betul menikmati yoga sebagai self healing, dan ingin tenggelam bersamanya.
Di luar jadwal rutin setiap selasa dan Jumat, seringkali saya berlatih sendiri (sesuatu yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan) di rumah atau di kantor. Saya ikut komunitas yoga, bahkan dengan senang hati berangkat selepas shubuh dari Karawang ke Jakarta hanya untuk ikut pelatihan yoga.
Lantas, apakah saya sudah menjadi seorang yogini yang mumpuni? Tentu saja tidak! Hahahaha.
Tubuh saya masih terlampau kaku untuk bisa membungkuk mencium lutut dengan dua kaki yang lurus tanpa tertekuk. Tangan saya belum mampu melentur sempurna untuk saling berkait di belakang punggung. Kepala saya sama sekali tidak kuat menahan tubuh saya ber-headstand ria.
Tapi toh intinya bukan itu. Intinya adalah saya berani mempelajari sesuatu yang baru, dari awal, dari nol, bahwa di #usiacantik ini saya tidak takut ditertawakan serupa anak kecil yang terjatuh saat belajar naik sepeda roda tiga.
Dan kesukaan saya beryoga ternyata berimbas pada aura yang –katanya—membuat saya terlihat lebih muda daripada usia saya yang sebenarnya. Mungkin meditasi yang saya lakukan sebelum dan setelah beryoga memang memiliki andil membuat kulit wajah belum dihiasi kerutan ya. Walaupun tentu saja saya harus mencari bantuan lain untuk membuat saya terlihat cantik lebih lama *tsaaah*.
Cantik lebih lama meski “angka usia” terus merambat naik tentu butuh perawatan kulit yang serius dan ekstra perhatian. Dan saya memilih #RevitaliftDermalift dari L’Oreal Paris Skin Expert. Mengandung Centella Asiatica, Pro-Retinol A dan Dermalift Technology yang terkandung di dalamnya tidak hanya mampu mengurangi kerutan sebanyak 27%, tetapi sekaligus meningkatkan kekencangan kulit wajah sebanyak 35%.
Untuk mendapatkannya sangat mudah, bisa langsung kunjungi http://bit.ly/UsiaCantik saja ya. Semuanya lengkap di sana.
Menua memang sebuah keniscayaan, serupa apel yang pasti terjatuh ke tanah akibat kepatuhannya terhadap hukum gravitasi, demikian pula usia. Tak bisa selamanya kita muda. Tapi tak ada salahnya tetap cantik di berapa pun usia kita, bukan?
Kunci penting untuk selalu ber-#usiacantik (setidaknya bagi saya) adalah, BAHAGIA. Bahwa apa yang terjadi (juga tidak terjadi) pada saya adalah sebuah kebahagiaan yang harus saya syukuri. Bahwa seluruh yang saya miliki (beserta semua yang belum bisa saya miliki) adalah sebuah anugerah. Bahwa hidup dan kehidupan saya adalah berkah terindah Sang Maha Penggenggam Semesta.
Sebelum saya akhiri, saya juga ingin mengajak teman untuk sharing #usiacantik versimu sendiri di lomba berikut bit.ly/usiacantik_blogcomp . Siapa tahu kisahmu bisa menginspirasi perempuan cantik lainnya, bukan? Yuk ah buruan daftar, karena banyak haduah cantik menanti dari L’Oreal Paris Skin Expert ;).
Ya sudah, sebegitu dululah ya postingan kali ini. Jadi siapa nih yang ber-#usiacantik seperti saya? 🙂