The Golden Goodbye

“Rin, si X cerai katanya.”

“Hoh?!? Serius?? Bukannya ga jadi?”

“Iya, dulu ga jadi. Trus suaminya itu selingkuh lagi, dan sekarang jadi beneran cerai!”

Phew…

Itu adalah sepenggal obrolan saya dengan seorang sahabat, tentang teman kami yang baru saja resmi menjadi janda dengan seorang anak berusia 3 tahun sebagai tanggungan pribadinya. Hanya karena sang suami ternyata hoby sekali berselingkuh.

Teman saya ini, adalah wanita sunda cantik yang selalu menjaga penampilan. Zaman kuliah dulu, saat saya dan teman-teman menjadi manusia omnivora pemakan segala, menu beliau adalah minum susu rendah kalori sebagai sarapan, siang minum jus dan sayuran apapun yang ada di kantin (tanpa nasi), dan mencukupkan diri dengan makan malam sebutir apel-jeruk-pisang-atau buah lainnya.

Beliau juga rajin berolahraga, sit up sekian kali sebelum tidur, bahkan lari pagi keliling kampus saat weekend. Belum lagi kunjungannya ke salon yang lumayan rutin, menjadikan beliau primadona tercantik di antara kami-kami para gadis yang tidak merawat diri he he. Tak heran zaman kuliah dulu beliau selalu berstatus ‘in relationship’, sementara kami cukup puas dengan predikat kaum jomblo. Dan juga beliau lah yang paling cepat menikah, meninggalkan kami yang berharap-harap cemas menanti lelaki yang mau mempersunting.

Sehingga, berita perceraian itu sangat mengejutkan saya, tetapi alasan yang mendasari perpisahan tersebut lebih mengherankan saya. Kenapa? Karena teman saya itu adalah wanita yang sangat cantik, dan juga baik. Lantas kenapa wanita secantik dan sebaik teman saya itu bisa diperlakukan sedemikian rupa oleh seorang lelaki yang mengaku mencintainya? Atau sebuah pertanyaan yang lebih absurd seperti, kenapa dulu menikah jika kemudian bercerai?

Saya mengerti bahwa kecantikan (atau ketampanan) bukanlah segalanya, karena begitu banyak faktor yang terlibat disana, yang memungkinkan sebuah ikatan tetap utuh, bertumbuh dan mampu bertahan, bahkan dalam hubungan pertemanan atau bisnis. Diperlukan banyak sekali “saling” didalamnya, saling menghormati, saling memahami, saling memperbaiki diri, saling menguatkan, dan sebagainya dan seterusnya.
Atau seperti nasehat lain, bahwa “mencintai adalah kemampuan yang harus ditumbuhkan dan dirawat”. Sehingga mencintai adalah sebuah prosesi panjang yang memerlukan perjuangan dan kerja keras.

Lantas, bagaimana jika pasangan kita tidak memiliki konsep yang sama tentang pernikahan? Bagaimana jika partner kita menganggap sebuah relasi hanya sebagai ajang ‘jual-beli’ yang mengharuskan adanya hitung-hitungan untung dan rugi? Bagaimana jika sahabat jiwa perjalanan kita itu masih belum mampu untuk bertumbuh dan merawat cinta bersama-sama?

Seperti sebuah kebetulan, saya membaca note ini di facebook Pak Mario Teguh :

Tuhan menciptakan Anda
sebagai jiwa yang dikasihi-Nya,
yang tidak direncanakan untuk
dinistai oleh orang lain
atas nama cinta….

Jika dia mencintai Anda,
dia tak akan mampu menyakiti Anda,
atau merendahkan Anda,
dan tidak akan mengkhianati Anda
dan mengatakan bahwa Anda
adalah sebab dari pengkhianatannya.

Perpisahan dari orang seperti itu
adalah perpisahan emas.

The Golden Goodbye

(Mario Teguh)

Akhirnya saya bisa memahami maksud tersembunyi note di atas, maupun keputusan teman saya itu. Bukankan setiap diri kita berhak untuk berbahagia? Dan jika sebuah kebersamaan tidak lagi membahagiakan, lantas untuk apakah kebersamaan itu dipertahankan?

Semoga, teman saya itu telah melewati sebuah “Golden Goodbye”. Yang mengantarkannya menjadi pribadi bahagia yang dijanjikan Tuhan Sang Maha Segala padanya. Yang menuntunnya memulai kehidupan baru dengan sahabat jiwa lain yang lebih berkasih sayang.

PR bagi kami -saya dan misua- untuk selalu menjadi sahabat jiwa, yang saling membahagiakan satu sama lain. Bismillah..

Advertisement

A New Beginning

Another re-post. Tulisan ini dibuat tepat 1 tahun lalu, tanggal 20 Desember 2009. Membaca kembali mengingatkan saya akan 2 hal :

1. I am always a dreamer, now and then. And I am so proud of it. Lebay ya hihihi…

2. Saya masih belum mengaplikasikan kalimat “tugas kita bukan untuk berhasil, tapi untuk mencoba”, saya masih penakut, saya masih omdo (baca : omong doang) no action, saya masih peragu, saya masih belum memantaskan diri bagi doa saya. Too bad 😦

Well, saya tidak ingin menamainya sebagai resolusi atau semacamnya, saya hanya ingin memulai (kembali) dari tempat saya berada. A new beginning…

Wish me luck, Pals 🙂

***

Dear Sahabat, semoga sapa saya menjumpai Anda yang selalu dalam penjagaan Beliau Yang Maha Melindungi.

Bermimpilah, maka Tuhan memeluk mimpi-mimpimu

Apakah Sahabat merasa tak asing dengan kalimat ini? Ya, tepat sekali. Kalimat tersebut diucapkan seorang ‘Arai’, tokoh dalam novel dan film berjudul sama ‘Sang Pemimpi’. Arai, seorang anak melayu miskin yang tak mengizinkan keterbatasan membatasi mimpinya, yang begitu berani bermimpi besar, dan membesarkan dirinya sehingga pantas bagi mimpi itu.

Sahabat yang damai hatinya, sudahkah kita bermimpi?

Lantas, sudahkah mimpi itu tercapai?

Masih banyak diantara kita yang bahkan tak cukup berani sekedar untuk bermimpi, bukan?

Dalam sebuah seminar yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu, Pak Mario Teguh membagikan pada kami yang berbahagia, sedikit perjalanan hidupnya.

Bahwa dulu beliau adalah seorang anak sederhana yang berkekurangan, menggoreng tempe dengan air, bahkan berbaju lebaran dengan gorden kamar, tetapi beliau memilih untuk menjadikan rasa sedih dan sakit hatinya itu sebagai pemicu besar untuk kehidupan yang lebih baik.

Bahwa sebagai siswa SMU yang menerima beasiswa ke Amerika, beliau pun pernah sangat ‘udik’ dan ‘ndeso’, tetapi terus menerus belajar banyak hal. Menurutnya, seseorang itu tidak perlu pintar untuk sukses, hanya perlu tahu banyak. 

Bahwa bath tube beliau dulu berwarna hijau terang bermerk ‘lion star’ (baca : ember), tetapi beliau tahu itu hanya sementara, karena beliau tidak pernah berhenti berupaya menjadikan dirinya pribadi yang dibutuhkan banyak orang, tidak hanya disukai.

Sahabat yang berbahagia, Andrea Hirata telah menjadi salah satu penulis kesukaan saya dengan tetralogi Laskar Pelangi-nya. Keempat novelnya, -yang walaupun fiksi tetapi memang dilatarbelakangi oleh kehidupan nyata beliau-, begitu menginspirasi saya. Membuat saya terus memelihara impian-impian saya, dan berupaya terus mewujudkannya.

Dan Pak Mario Teguh, bagi saya adalah wujud ‘Arai’ dalam kehidupan nyata, ‘Arai’ yang bisa saya jabat tangannya, ‘Arai’ yang bisa saya dengar langsung nasihatnya. Seorang ‘Arai’ yang telah berani meminta pada Beliau Yang Maha Mengabulkan, dan kemudian memantaskan diri untuk doa tersebut.

Permintaan dan Kepantasan, adalah pasangan dari sebuah ‘doa’

(Mario Teguh, Life Changer)

Sahabat yang Super, baru beberapa hari saja Tahun Baru Hijriah 1431 berlalu, dan tak lama lagi pun tahun baru Masehi 2010 segera menjelang. Apakah kita masih saja membuat resolusi, rencana, atau target yang tetap sama setiap tahunnya karena memang belum bisa terwujud?

Bagaimana jika kita memulainya dengan sesuatu yang baru? Sebuah circle of life yang telah dibuktikan banyak orang. Dengan bermimpi, memberi tanggal pada mimpi itu untuk menjadikannya sebuah cita-cita, membuat rencana dengan memampukan diri bagi impian tersebut, dan ikhlas membangun harapan yang tinggi sebagai tanda keberserahan diri pada Beliau Sang Pemungkin.

Bukankah tugas kita bukan untuk berhasil, tetapi untuk mencoba?

Sahabat yang kecemerlangan hidupnya telah dijanjikan Tuhan, mari kita pantaskan diri untuk setiap impian yang kita mintakan pada Beliau Yang Maha Mendengar.

Semangat yaa….

Jakarta, 20 Desember 2009

Target

Tulisan ini saya buat dan dipublish di milis Mario Teguh Super Club tanggal 27 September 2008 lalu. Tiba-tiba saja saya teringat akan tulisan ini, karena saya sedang membuat target untuk period berikutnya di kantor, berkaitan dengan budgeting, PDCA (Plan-Do-Check-Action), dan sebagainya dan seterusnya.

‘Balasan’nya lebih nyata tentunya ya, jika target tersebut tidak (atau belum) tercapai dengan sempurna nantinya, maka ‘nilai’ saya tidak akan sebagus yang saya harapkan, bahwa evaluasi terhadap kinerja saya akan dianggap buruh, bahkan mungkin saja saya dicap sebagai pegawai yang tidak efisien. ckckckck…

Semoga tulisan ini bisa diambil manfaatnya ya (menasehati diri sendiri :D)

Sahabat, semoga hari ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih bersyukur, lebih santun, lebih sabar, dan lebih SUPER dari sebelumnya.

Bulan Ramadhan yang lalu, dalam ceramah taraweh singkat suatu malam, sang penceramah menyadarkan Saya betapa pentingnya sebuah ‘target’. Dengan target, kita bisa mengukur seberapa besarkah kemampuan kita. Dengan target, kita bisa mengevaluasi diri apakah ‘performa’ hidup kita menurun, stagnan, atau meningkat. Dengan target pulalah, kita tahu apakah kita menjadi seorang hamba yang merugi atau beruntung.

“Deadline itu dibuat untuk memulai.”

Kita harus bisa menentukan ‘waktu’ bagi target kita. Waktu memang tidak terbatas, tapi waktu bagi kita-lah yang terbatas. Sehingga, mau tidak mau kita harus mem’batas’i waktu kita, agar keinginan dan mimpi kita yang banyak itu, bisa tercapai dan mewujud satu demi satu dengan adanya kejelasan waktu.

Bukankah ‘’Cita-cita adalah mimpi yang bertanggal’’ ?

Keberhasilan hadir di alam TINDAKAN, bukan di alam rencana. Dan target, menurut Saya adalah rencana yang harus diaktualisasikan. Dalam sebuah project kehidupan, target kita adalah penentu apakah hidup kita berhasil atau tidak. Rencana sehebat apapun, tanpa ada tindakan yang nyata, bukankah akan tetap menjadi rencana belaka?

‘’Seseorang dinilai atas apa yang sudah diselesaikannya, bukan apa yang dimulainya’’

Saat seseorang berhasil menggapai ‘bintang-bintang kecil’ kehidupannya, maka dia akan sanggup menggapai bintang besar yang menjadi tujuan hidupnya.

Saat target itu tercapai bahkan terlampaui, bukankah kecemerlangan hidup yang didambakan pun bisa terraih?

So, tak perlu takut untuk membuat target-target dalam kehidupan Anda. Dan setelah target (baca : tujuan) diputuskan, bersegeralah bertindak, bertumbuh dan berproses untuk itu.

Jakarta, 27 September 2008

 

 

Sesungguhnya, apakah yang kau tunggu?

Engkau yang tersiksa di tempat kerjamu,

kesinilah …

Engkau yang memilih bekerja
…di tempat yang gajinya kecil.

Engkau yang memilih tetap bekerja
untuk atasan yang tidak adil.

Engkau yang berperilaku seperti
meragukan rezeki Tuhan di luar sana.

Engkau yang meyakini tidak ada
tempat kerja lain akan menerimamu.

Engkau yang memutuskan untuk berlama-lama di situ.

Sesungguhnya, apakah yang kau tunggu?

Mario Teguh

***

‘Tersinggung” ngga seehh? heuheuheu.

Lantas, bagaimana menjawab pertanyaan -Sesungguhnya, apakah yang kau tunggu?- itu? Ah, saya tidak perlu menjawabnya, karena saya tahu saya memang tidak menunggu apa pun. Menyedihkan memang 😦

Untitle

Sahabatku, yang kebaikan hatinya menandakan kebaikan rezekinya,

Jika engkau menginginkan sesuatu yang belum pernah kau miliki,
…lakukanlah sesuatu yang belum pernah kau lakukan.

Maka janganlah engkau hanya menginginkan,
tetapi tidak ikhlas bekerja yang memantaskanmu untuk menerima yang kau inginkan.

Hatimu yang ikhlas akan menguatkanmu
di atas rasa malas dan keraguanmu.

Ikhlaslah bagi kebaikan hidupmu

Mario Teguh

***

Kalimat-kalimat yang membuat saya malu hati, terlebih pada kalimat ini :

Jika engkau menginginkan sesuatu yang belum pernah kau miliki,
…lakukanlah sesuatu yang belum pernah kau lakukan.

Hmm… saya jadi mengerti, kenapa bermacam keinginan-keinginan saya itu, belum termiliki hingga detik ini, mungkin karena saya masih saja merasa sulit -dan menyulitkan diri- melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya, dengan berbagai alasan dan dalihnya. Huff..

#Bismillah… Izinkanlah aku mengikhlaskan diri membaikkan hidupku ya Rabb..

Man Jadda wa Jada

Apakah pendapatan Anda bersaing dengan biaya,

atau bersaing dengan keinginan Anda?

Bekerjalah untuk mencapai keinginan,

bukan untuk menutupi kekurangan.

Apa itu?

Oh, maaf, tadi ada yang nyeletuk;

“Bicara itu enak, tapi pelaksanaannya susah.”

Betul sekali, itu sebabnya kita harus segera bekerja,

agar kita menjadi ahli menghasilkan income yang baik.

Jika tidak, kita harus ahli menutupi kekurangan.

Mario Teguh

Dezigh…. dalem banget neeehhh… 🙂 Continue reading

Just be Happy !

Kembali, tulisan berikut adalah tulisan yang saya posting untuk milis Mario Teguh Super Club, tepat 1 tahun yang lalu.

Membacanya kembali, mengingatkan diri ini bahwa apapun bagaimanapun, bahagia adalah masalah keputusan kita sendiri.

Seperti saat kita kecil dulu, yang selalu tersenyum ceria, selalu tertawa bahagia, selalu ‘hidup’.

So, I am happy  ! now and here, later and there, anytime and anywhere (lebay dot com) 😛

***

Continue reading

Untitle

Jika Anda berdua saling mengasihi,
tetapi masih sering bertengkar,
janganlah berkecil hati.
Dua jiwa yang sudah mapan,
…membutuhkan pengikisan pada sudut-sudut sikap
dan perilaku masing-masing yang belum pas.
Dan itu akan membutuhkan waktu.

Tetapi, jika Anda bersabar,
kebersamaan Anda akan menjadi sangat indah.

Pertengkaran antara sepasang jiwa
yang saling mengasihi
adalah peremajaan kasih sayang.

Mario Teguh

Huwaaa… jadi teringat akan suamiku, dan pertengkaran-pertengkaran kecil kami hehe..

Bismillah… walaupun terkadang berselisih paham atau bahkan tidak sependapat, kita masih bisa saling menghormati dan menyayangi ya A.

Luv u…

Great Experience from CEREME Mountain

Sebagai anak sulung, keinginan terpendam saya yang tidak akan pernah tercapai adalah memiliki seorang kakak. Jadi, saya sungguh sangat senang, bahagia dan bersyukur, jika ada sahabat yang dengan senang hati memposisikan dirinya sebagai kakak saya.

Dan salah satunya adalah Teteh saya tersayang -Indri Widyawati Indraswari-, seorang mojang parahiyangan yang imut bin lembut hati (hehe… peace ya Teh..), seorang Bunda yang kuat, seorang wanita yang hebat, seorang Teteh yang Super untuk saya 😀

Tulisan berikut kami tulis bersama, yang diposting tanggal 6 Mei 2009 lalu. Nanti kita nulis berdua lagi kapan-kapan ya Teh. Miss you much…