Sejak dulu saya termasuk orang yang blak-blakan soal usia. Meskipun beberapa tahun terakhir usia saya sudah masuk kategori ‘tua’, tetap saja saya tidak berupaya ‘menyembunyikan’nya, kalau ada yang bertanya tentang usia, saya jawab apa adanya saja. Iyaaaa, usia saya tahun ini 35 tahun! Terlihat lebih muda? Ehem, mungkin karena saya selalu berupaya untuk tetap bahagia :).

Konon, di usia 30-an perempuan telah ‘menemukan’ dirinya sendiri. Berbeda dengan perempuan di usia 20an yang masih penuh gejolak, perempuan usia 30an cenderung sudah tahu apa impiannya, di mana passionnya, atau bagaimana mereka menggapai cita-cita masa mudanya. Tidak jarang, perempuan-perempuan ini bahkan sudah berada di posisi “living their own dream”, sehingga hidup dan kehidupan bagi mereka memang sudah pejal adanya. Tak lagi ngoyo mengejar sesuatu, nyaman atas hidup yang dijalani, walaupun tentu saja selalu ada impian baru-impian baru yang ingin diraih.

Bagaimana dengan saya? Mari saya ceritakan, teman.

Dulu, katakanlah sepuluh tahun yang lalu, rasanya bermimpi pun saya tidak berani. Membayangkan saya berada di belakang kemudi menyetir mobil saya sendiri, serupa menyaksikan kuda putih bersayap yang tengah berjalan di atas pelangi. Lebay ya? He he he. Tapi saya memang baru belajar nyetir beberapa bulan yang lalu, dan memang baru bisa memiliki mobil sendiri beberapa bulan yang lalu juga. Maka ketika itu benar-benar terjadi, rasanya begitu … entah. Impian –yang sebelumnya bahkan tak berani saya mimpikan—telah mewujud.

Dan di usia yang tak lagi muda, ternyata saya mampu mengalahkan rasa malu saya untuk ikut kursus menyetir, dan akhirnya punya SIM A bersama adik-adik yang masih belia itu!

Cerita lain adalah kembalinya saya bekerja kantoran. Dua tahun lalu, saya memutuskan untuk resign dan menjadi full time wife yang berkegiatan di rumah. Salah satu alasannya memang saya ingin segera hamil sehingga membatasi diri untuk tidak terlalu lelah. Alasan lainnya adalah saya ingin fokus menjadi penulis. Novel kolaborasi saya memang diterbitkan Februari 2016 lalu menyusul buku antologi kumpulan cerpen Februari 2014, tapi saya kurang beruntung dengan kehamilan yang tak kunjung datang. Hingga kemudian saya pun nekat menjadi karyawan kantoran lagi.

Kenapa nekat? Karena usia saya yang sudah 35 tahun itu. Memang benar saya punya –setidaknya—9 tahun pengalaman kerja, tapi bukankah para gadis belia kinyis-kinyis fresh graduaters itu lebih ‘menguntungkan’ bagi perusahaan? Tapi toh, alhamdulillah, saya diterima bekerja. Dengan gaji dan posisi yang lebih tinggi daripada pekerjaan sebelumnya saat saya resign dua tahun lalu. See? Usia telah terbukti bukan jadi halangan jika kita tetap berupaya.

Cerita terakhir adalah sebuah passion yang baru saya sadari belakangan. Beryoga. Hal ini bukan hal baru sebetulnya, sejak bertahun-tahun lalu saya sudah ikut latihan dan memang menyukainya. Tapi ya sudah, begitu saja, seperti mendengarkan sebuah lagu enak di radio untuk kemudian segera lupa siapa penyanyi atau apa judulnya ketika lagu berakhir. Kali ini saya betul-betul menikmati yoga sebagai self healing, dan ingin tenggelam bersamanya.

Di luar jadwal rutin setiap selasa dan Jumat, seringkali saya berlatih sendiri (sesuatu yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan) di rumah atau di kantor. Saya ikut komunitas yoga, bahkan dengan senang hati berangkat selepas shubuh dari Karawang ke Jakarta hanya untuk ikut pelatihan yoga.

Lantas, apakah saya sudah menjadi seorang yogini yang mumpuni? Tentu saja tidak! Hahahaha.

Tubuh saya masih terlampau kaku untuk bisa membungkuk mencium lutut dengan dua kaki yang lurus tanpa tertekuk. Tangan saya belum mampu melentur sempurna untuk saling berkait di belakang punggung. Kepala saya sama sekali tidak kuat menahan tubuh saya ber-headstand ria.

Tapi toh intinya bukan itu. Intinya adalah saya berani mempelajari sesuatu yang baru, dari awal, dari nol, bahwa di #usiacantik ini saya tidak takut ditertawakan serupa anak kecil yang terjatuh saat belajar naik sepeda roda tiga.

Dan kesukaan saya beryoga ternyata berimbas pada aura yang –katanya—membuat saya terlihat lebih muda daripada usia saya yang sebenarnya. Mungkin meditasi yang saya lakukan sebelum dan setelah beryoga memang memiliki andil membuat kulit wajah belum dihiasi kerutan ya. Walaupun tentu saja saya harus mencari bantuan lain untuk membuat saya terlihat cantik lebih lama *tsaaah*.

Cantik lebih lama meski “angka usia” terus merambat naik tentu butuh perawatan kulit yang serius dan ekstra perhatian. Dan saya memilih #RevitaliftDermalift dari L’Oreal Paris Skin Expert. Mengandung Centella Asiatica, Pro-Retinol A dan Dermalift Technology yang terkandung di dalamnya tidak hanya mampu mengurangi kerutan sebanyak 27%, tetapi sekaligus meningkatkan kekencangan kulit wajah sebanyak 35%.

Untuk mendapatkannya sangat mudah, bisa langsung kunjungi http://bit.ly/UsiaCantik saja ya. Semuanya lengkap di sana.

Menua memang sebuah keniscayaan, serupa apel yang pasti terjatuh ke tanah akibat kepatuhannya terhadap hukum gravitasi, demikian pula usia. Tak bisa selamanya kita muda. Tapi tak ada salahnya tetap cantik di berapa pun usia kita, bukan?

Kunci penting untuk selalu ber-#usiacantik (setidaknya bagi saya) adalah, BAHAGIA. Bahwa apa yang terjadi (juga tidak terjadi) pada saya adalah sebuah kebahagiaan yang harus saya syukuri. Bahwa seluruh yang saya miliki (beserta semua yang belum bisa saya miliki) adalah sebuah anugerah. Bahwa hidup dan kehidupan saya adalah berkah terindah Sang Maha Penggenggam Semesta.

Sebelum saya akhiri, saya juga ingin mengajak teman untuk sharing #usiacantik versimu sendiri di lomba berikut bit.ly/usiacantik_blogcomp . Siapa tahu kisahmu bisa menginspirasi perempuan cantik lainnya, bukan? Yuk ah buruan daftar, karena banyak haduah cantik menanti dari L’Oreal Paris Skin Expert ;).

Ya sudah, sebegitu dululah ya postingan kali ini. Jadi siapa nih yang ber-#usiacantik seperti saya? 🙂

 

 

Advertisement

Tentang Stiker Romlah

Huwaaahhh, kangen ngeblog euy. Tapi saya bukan sedang mencari-cari alasan, kesibukan di dunia nyata saya memang sedang gila-gilaan belakangan ini. Boro-boro ngeblog, jam istirahat saya saja kadang tercuri oleh meeting yang molor. Begitulah, dinikmati saja, yes? 🙂 *pasrah*.

Draft postingan ini usianya sudah seminggu lebih, tepatnya sehari setelah fiksi saya Jodoh Romlah itu terbit. Basi sih jadinya, tapi tak apalah ya, daripada saya mikir tema postingan baru hehehe.

Jadi begini, dari beberapa komentar dalam postingan tersebut, saya menangkap bahwa stiker yang memang sengaja dijadikan sebagai prompt itu, sepintas seperti hasil editan. Wajar saja sih sebetulnya, stiker tersebut terlampau … apa ya, konyol, mungkin :D.

whatsapp-image-2016-10-06-at-12-45-01-pm

Memang ‘gila’ banget kan ya stiker ini, ada notelnya segala pulak! Meskipun saya pikir itu nomornya nggak mungkin aktif sih, atau ada yang mau coba hubungi? hihihihihi.

Stiker tersebut benar-benar ada. Mobil itu melaju persis di depan saya, yang tentu saja membuat saya bersegera mencari ponsel dan memotretnya meskipun saat itu saya sedang menyetir. Biasanya saya tidak bermain-main ponsel saat menyetir lho ya, tapi saat itu pun memang jalanan masih sepi (karena masih pagi-pagi dan baru saja hujan), juga bukan di jalan raya besar yang lalu lintasnya ramai, sehingga saya berani memotret. Dan mungkin jiwa ‘reporter’ saya pun sedang muncul ke permukaan, sehingga dengan nekatnya langsung memotret si stiker hanya dengan dua kali percobaan yang disertai deg-degan hihihihi.

Ini dia foto aslinya dari ponsel saya. Foto yang di atas itu setelah saya edit untuk diaplod ke IG saya (akun @neng_orin, sila follow kalau belum, ihiks). Dan sengaja saya coret nopol-nya yaa :). Lokasinya di jalan Tuparev Karawang, meskipun si mobil ini platnya ‘B’, mungkin sedang jalan-jalan saja di Karawang hehehehe.

whatsapp-image-2016-10-10-at-2-45-47-pm

Nah, gimana? Demikianlah, foto itu bukan photoshop dan benar-benar ada. Apakah pak supir yang mengendarai si Gran Max betul-betul beristrikan Romlah, saya tidak tahu. Dan meskipun stiker itu hanya sebuah joke belaka, saya salut pada siapa pun pak sopir yang mengizinkan stiker tersebut tertempel di belakang mobil :D.

Ya sudah sebegitu dulu postingan random kali ini ;).

Resmi Ber-#UsiaCantik

Iyaaa, hari ini saya ulang tahun, temans. 35 tahun! Udah tua ya bok! bhuahahahaha.

Mari saya ceritakan sedikit betapa di usia ini saya -akhirnya- mengakui (kemarin-kemarin mah kayak masih denial gitu lah ya hahaha) kalau saya memang sudah menua.

Uban

Jadi begini, rambut saya itu lurus, lebat dan hitam. Tetap demikian meski saya telah berhijab, agak-agak rontok sedikit kalau rambut saya sudah terlalu panjang. Nah, setiap kali saya creambath atau potong rambut, tahun-tahun belakangan ini saya pasti nanya mbaknya, “ada uban nggak mbak?”.

Secara yaa, kalau diperiksa sendiri mah kan ya susah, dan karena rambut saya juga emang lurus-lurus aja, nggak sisiran seharian pun tak mengapa (emang males nyisir aja sih hihihihi). Intinya sih so far saya belum pernah berhasil menemukan selarik uban saat bercermin menyisir rambut.

Sebelum-sebelumnya, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “tidak”, tak ada sehelai uban pun di kumpulan rambut yang tumbuh di kepala saya. Sampai kemudian dua minggu lalu, tepatnya hari Minggu, 2 Oktober 2016, saat saya nyalon dan menanyakan pertanyaan yang sama, si mbaknya bilang, “Iya ada nih, mbak, satu uban,” bhuahahaha. Resmilah sudah, saya ubanan! :P.

Iya sih, saya tau kok, perihal uban bukan sebuah keniscayaan seseorang dikategorikan ‘tua’, hawong AM sejak awal kami menikah aja udah ubanan lho, awet tua dong ya kategorinya hihihihi. Tapi yaa…setidaknya, sehelai uban di rambut saya seolah menjadi petunjuk, bahwa rambut saya telah tunduk patuh pada semesta, bahwa produksi melanosit yang menurun seiring bertambahnya usia (yang konon menjadi penyebab berubahnya warna pada rambut), juga terjadi di tubuh saya.

Keriput

Selain kantung mata yang memang sepertinya menurun dari Mamah saya, sepintas wajah saya tidak terlihat mengeriput. Yaa kalau dilihat pake kaca pembesar mah ya pasti berkerut keriut juga sih ya hahaha. Tapi maksud saya nih, saya kan suka membandingkan dengan AM (usia kami selisih satu tahun) ya, di ujung matanya terlihat sekali kalau banyak kerutannya, sementara kalau saya ngaca, ya nggak keliatan kerutan di ujung mata saya.

Mungkin karena kulit saya sangat berminyak ya, yang meskipun imbas negatifnya adalah saya jerawatan mulu (hihihihi, terima nasib aja), tapi konon katanya membuat kulit tidak mudah keriput.

Hal lain yang berkenaan dengan kulit ini adalah saya baru terpikirkan untuk memakai krim anti-aging! hahaha telat banget sih ya, nama pun ‘anti’ ya harusnya sebelum ‘aging’nya terjadi dong ya :P. Tapi late better than never katanya mah kan? Meskipun saya tidak bisa melawan gravitasi yang membuat oksigen di tubuh saya terus menerus berkurang sehingga lambat laun mengakibatkan kulit mengeriput, tapi yaa … setidaknya menjaga kulit saya tetap sehat lebih lama lah, ya toh? 😀

Mudah Lelah

Sudah baca cerita saya berlatih Capoeira kemarin kan ya? Pagi harinya itu saya luar biasa lelah, di kantor pun seharian bawaannya lemes gitulah. Walaupun kemarin itu tetap aja saya yoga, dan jadilah tambah cuapek ruarrr biasa, nyampe rumah langsung tidur (biasanya masih sempat nonton TV/baca buku dulu), bahkan nggak sanggup lagi masak pagi seperti biasa dan memilih tidur lagi setelah sholat shubuh.

Pertanda apa lagi ini selain tubuh saya memang tak lagi sekuat dulu? *tsaaah* *mulailebay*.

 

Sudah sih, tiga hal itu saja rasanya. Soal hamil, saya sudah tahu dari dulu kalau di usia saya ini sangat rawan untuk kehamilan pertama, jangankan 35, menginjak usia 30 saja katanya sudah beresiko tinggi ya. Tapi ya gimana atuh ya kalau belum waktunya mah? 🙂 Doakan saja Tuhan jenuh mendengar rengekan saya ya hehehe.

Intinya, saya sungguh sangat bersyukur saya diizinkan Tuhan untuk hidup hingga hari ini. Doa saya adalah, saya ingin semakin disayang Tuhan, dan semoga saya semakin sayang sesama dan semesta, juga selalu sehat dan bahagia. Aamiin.

Perubahan signifikan tentu saja ada di berat badan yang semakin memberat dan pipi yang semakin menggembung sepertinya ya hihihihi. Ya sudahlah ya, yang penting di #usiacantik ini saya tetap cantik jiwa ragalah ya *menghibur diri* :).

Aamiin.

 

Berkenalan dengan Capoeira

Pertama kali saya melihat seni bela diri ini adalah di channel NatGeo, entah berapa tahun lalu, dan saya menyukai konsepnya yang lebih ke arah ‘menghindari’ perkelahian. Coba deh bayangkan, bela diri yang fokus mengajarkan mengelak gitu lho, kalau terpaksa baru deh menyerang hihihihi.

Berikutnya, saya pernah melihat langsung beberapa orang yang melakukan capoeira di pameran JCC 2013 lalu. Saya ingat betul, saya asyik sendiri anteng aja nonton (sambil motret) mbak dan mas ini bercapoeira ria sampai lupa pulang dan diomelin AM *ups* :P. Tapi ya gimana ya, kayaknya indah aja gitu, bela diri yang seperti menari ini memang terlihat indah walaupun sebetulnya mematikan. ‘Serangan’ Capoeira berada pada tendangan yang ditujukan pada titik vital lawan, misalnya: kepala!

belajar memotret obyek bergerak :P

belajar memotret obyek bergerak 😛

Setelah saya gugling, rupanya Capoeira ini awalnya bela diri yang sering dilakukan para budak negro di Brazil pada abad ke-17! Eyampun udah lama banget ternyata. Sejarahnya lumayan berdarah-darah kalau ada hubungannya dengan slavery ya, monggo digugling sendiri aja ya, temans *kabur sebelum ditimpuk berjamaah* hihihi. Intinya sih, Capoeira sempat dilarang pemerintah Brazil karena dianggap bela diri-nya penjahat dan kaum anarkis, sempat diragukan kemampuannya karena terlihat seperti tarian, hingga pada 26 November 2014 UNESCO melindungi capoeira sebagai “intangible cultural heritage”.

Kenapa saya sampai buat postingan tentang Capoeira segala? Karena saya sedang menulis fiksi dengan tokoh yang juga menyukai Capoeira sebagai alat bela dirinya. Itu alasan pertama. Alasan berikutnya adalah semalam saya mencoba berlatih Capoeira! Senaaaaang.

Jadi di tempat fitness, akhir-akhir ini sering diadakan kelas khusus. Kelas reguler semacam yoga-zumba-cardio dance-aerobic-body strike-spinning biasanya rutin 1-2 kali seminggu. Nah si kelas khusus ini hanya sebulan sekali, mungkin agar tidak bosan kalau banyak variasi pilihan kelas ya.

Bulan lalu kelas khususnya adalah Taebo (Taekwondo – Boxing), saya sempat ikut juga dong, beneran ampun-ampunan deh itu latihannya. Walaupun karena kelas pemula ya memang hanya diajarkan yang paling dasarnya saja sih. Termasuk latihan Capoeira semalam. Saya tidak tahu sebelumnya jadwal ini (memang suka kudet hihihihi), beruntung bangetlah saya pas nge-gym semalam itu, karena jadwal saya kan memang selasa dan Jumat (untuk yoga), hari lain saya datang kalau lagi rajin aja :D.

Nah, pas diberitahu ada kelas Capoeira, saya langsung mau ikut dong. Meski nggak berani di barisan paling depan (iya, saya mah cemen anaknya :P), saya sungguh-sungguh mengikuti arahan mas instruktur. Semalam itu kami ‘cuma’ diajari 3 gerakan super basic:

  1. kuda-kuda (entah saya lupa istilahnya), seperti bela diri pada umumnya, kuda-kuda ini sepertinya memang hal pertama yang harus dipelajari ya. Posisinya kurang lebih begini, kedua kaki direntangkan selebar bahu, dan badan diturunkan seperti hendak duduk (lutut sedikit ditekuk), berat tubuh berada di kedua kaki. Tubuh tegak menghadap ke depan, kedua tangan bersilang berada di depan muka. Terbayang nggak? hihihihi. Disuruh naik turun 5x hitungan di posisi ini juga sudah ngos-ngosan sodara-sodara!
  2. Gerakan berikutnya adalah … lagi-lagi saya lupa namanya hahahaha. Saya gugling kok ya nggak ada yang tertulis ‘mirip’ dengan yang diucapkan mas instruktur semalam. Biarlah ini jadi PR saya ya, mudah-mudahan saya ada kesempatan lain untuk berlatih lagi. Gerakan ini adalah gerakan mengelak, dengan posisi kaki di kuda-kuda yang sama, tapi salah satu tangan menutupi muka (melindungi kepala) dan tangan yang lain ke belakang untuk antisipasi jika sampai in touch dengan lawan jadi tidak sampai jatuh. Tubuh tetap tegak dan menghadap ke depan.
  3. Gerakan ketiga adalah Ginga (yeaay akhirnya saya ingat namanya! ha ha). Ini adalah menggerakan salah satu kaki ke belakang tubuh secara bergantian, dari posisi kuda-kuda tadi. Kalau kaki kanan yang ke belakang, tangan kiri yang melindungi wajah, dan vice versa. Coba 5 kali balikan, dan alhamdulillah kaos langsung basah hahaha 😛

Padahal nih ya, gerakannya cenderung mudah, tapi kok ya tetep cape. Bahkan menurut seorang teman yang hanya menonton kami dari luar ruangan, gerakan ginga itu kok ya sepintas mirip jaipongan *ups keplak aja Awan, teman saya itu qiqiqiqi*. Setelah hampir satu jam, mas pelatih memberikan juga gerakan menendang yang paling dasar (sekali lagi, saya lupa namanya). tendangan memutar dengan telapak kaki bagian dalam yang menjadi titik tumpu tendangan yang diarahkan ke kepala lawan. Aih seruuuuu.

Sebelum kelas benar-benar berakhir, mas pelatih sempat juga mendemonstrasikan berbagai gerakan Capoeira yang indah itu. Dan handstand (yang sering saya pelajari di kelas yoga) rupanya banyak digunakan, juga posisi seperti kayang, atau standing split saat menendang. Saya tambah sukaaaa, semoga saja Capoeira ini akan dijadikan kelas reguler, saya pasti ikut ndaftar nanti, apalagi katanya cepet banget membakar kalori dan bisa untuk mengecilkan pinggang dengan cepat, tambah mupeng lah saya hehehehe.

Ya sudah begitu saja cerita hari ini. Sejujurnya badan saya serasa habis digebukin orang sekampung (meski tentu saja saya belum pernah benar-benar digebukin orang sekampung ya *halah*) nih, tapi nggak kapok kok untuk ber-Capoeira lagi. Ada yang penasaran seperti apa Martial Art ini? Nih sila tonton videonya, dan masih baaaanyak yang kece-kece di Youtube lho :).

Pssstt…suatu saat badan saya bisa kayak si mbak-nya nggak yah *mulai delusional*

 

Photo Challenge: Nostalgia

orin

Iyaaaa,,, ini si Orin kecil, emang kece dari lahir sih sayah, jadi ya tetep cantik gitulah dari dulu *minta dilempar bakiak* hahahaha. Foto itu (kalau saya tidak salah ingat) saya berusia sekitar 5 tahunan gitulah ya, masih anak TK.

Bernostalgia ke zaman kecil, rasanya memang selalu menyenangkan ya. Pas musim hujan begini, saya biasanya main hujan-hujanan di halaman depan rumah sama adik saya sebelum mandi sore. Cuma pakai kaos singlet dan celana dalam, bertelanjang kaki, terus lari-larian deh tuh di bawah pohon rambutan berharap ada yang terjatuh dan bisa kami pungut.

Atau belajar naik sepeda sampai tercebur jatuh ke sawah berlumpur (padahal udah mandi hahaha). Atau berenang (sambil mandi) di sungai sampai adik saya hampir hanyut karena tiba-tiba arusnya menderas. Atau main rumah-rumahan (saya -entah kenapa- hampir selalu berperan sebagai ‘si ayah’) dengan teman-teman. Atau manjat (dan bersembunyi) di pohon mangga, manggil abang-abang jualan yang lewat dan kebingungan siapa yang manggil karena tidak terlihat ada orang hihihihi.

Banyaklah ya nostalgia gilanya, kalau disebutin satu-satu mah bisa sampai besok pagi kayaknya :P.

Melihat kembali foto ini, membuat saya tersadar ternyata sudah jauh sekali saya berlari. Saat ini saya berada di usia yang disebut, menurut si Orin di dalam foto, TUA. Iyalah ya, usia 30an aja rasanya udah tuaaaa banget kan ya, ini apalagi 30-nya udah 35an ke atas huwaaaah.

Tapi … tapi … ketika benar-benar berada di usia 35, kok saya nggak merasa tua-tua banget ya, apa mungkin karena saya masih terlihat cantik ya? *dikeplak berjamaah* hahahaha *abaikan*.

Sebelum bertambah ngaco, mari kita sudahi saja postingan ini. Yang jelas, saya bersyukur berada si #usiacantik ini. Semoga si Orin di dalam foto mengerti, bahwa 30 tahun kemudian pun dia akan baik-baik saja dan bahagia :).

5 year-old me

5 year-old me

All I Ask

Masih episode telat nih. Setelah telat menonton (dan suka banget) sama film Before We Go, saya telat tahu (dan kemudian suka banget juga) sama album 25-nya Mbak Adele!! *sok ikrib banget yah manggil mbak qiqiqiqi*.

Jadi selain lagu Hello, ya paling lagu berikutnya yang saya tahu di album terbaru -yang sebetulnya sudah lama juga sih ya, November 2015 bok!- When We’re Young itu saja. Suara Adele yang khas itu emang juara ya. Meskipun liriknya itu terkadang … apa ya, bukan agak lebay sih, tapi lebay beneran *halah*.

Pasti tahu lagu pertamanya baheula itu kan, yang Someone Like You? Meni susah move on banget kan ya liriknya hihihihi. Saya ingat betul zaman saya baru ngejomblo, terputarlah lagu itu dari laptop, terus sahabat saya ngomel-ngomel dong, “ngapain dengerin lagu kayak begitu? Awas ya jangan terinspirasi Adele sampe nyari-nyari cowok baru yang mirip banget sama mantan!” hahahaha. Lebih heboh sih sebetulnya sahabat saya itu ngomel-ngomelnya, padahal mah saya dengerin lagu itu karena ya emang suka aja kan, nggak ada maksud lain atau apa.

Kembali ke album 25, Lagunya enak-enaaaaak, udah seminggu ini saya belum bosan, terus weeeeeh diputerin si album itu pergi-pulang kantor. Send My Love, Turning Table, Sweetest Devotion. Bahkan lagu ada beberapa lagu yang sangat saya suka hingga bisa diputar 2-3 kali balikan. Misalnya Remedy, dan seperti judul postingan ini, All I Ask.

Meskipun mbak Adele ini orang Inggris yang cenderung lebih mudah dimengerti pelafalan bahasa Inggrisnya, tetep weh kadang saya tidak bisa mengerti secara utuh keseluruhan isi lagunya. Jadilah tanya Om Gugel, dan ampuuuun ya liriknya.

I will leave my heart at the door
I won’t say a word
They’ve all been said before, you know
So why don’t we just play pretend
Like we’re not scared of what is coming next
Or scared of having nothing left

Look, don’t get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is

If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
‘Cause what if I never love again?

I don’t need your honesty
It’s already in your eyes
And I’m sure my eyes, they speak for me
No one knows me like you do
And since you’re the only one that matters
Tell me who do I run to?

Look, don’t get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is

If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
‘Cause what if I never love again?

Let this be our lesson in love
Let this be the way we remember us
I don’t wanna be cruel or vicious
And I ain’t asking for forgiveness
All I ask is

If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just your friend
Give me a memory that I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
‘Cause what if I never love again?

Gimana? Kesian banget kan liriknya? 😀

Kenapa saya sedikit ‘tersentuh’ oleh lagu ini, adalah karena salah seorang sahabat saya sedang mengalami persis seperti yang diceritakan dalam lagu. Mencintai sahabatnya yang -sayangnya- mencintai perempuan lain. Pediiiih, sodara-sodara. Hampir tiap hari kami chat, saya cukup bisa mengerti (meskipun terkadang masih gagal paham) tentang mencintai sahabat itu. Mungkin karena saya belum pernah mengalami naksir berat sama sahabat sendiri ya, tapi saat ini saya merasa menyayangi AM seperti layaknya sepasang sahabat dekat. Bingung? Iya sama saya juga hahaha *abaikan*.

Jadi demikianlah temans, kasus ‘all I ask’ ini rupanya terjadi di kehidupan nyata. Tapi ya balik lagi, toh hidup memang berisi pilihan keputusan-pilihan keputusan yang kita ambil. Life goes on, entah sesuai dengan keinginan kita atau tidak, iya kan ya? *nyari temen*. Dinikmati ajalah ya.

Ya sudah begitu saja postingan teu pararuguh hari ini. Jangan lupa ikutan  giveaway yaa hehehe.

Have a great life, Pals ;).

 

 

[Review + Giveaway] Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati

Enam tahun menunggu malaikat kecil-malaikat kecil yang akan meramaikan rumah mungil kami, membuat saya menyibukkan diri untuk mengupayakan segala sesuatu yang bisa saya lakukan. Saya percaya, seperti halnya rezeki-jodoh-kematian, semuanya hanyalah wewenang Sang Penggenggam Kehidupan semata, maka saya hanya diwajibkan berikhtiar, bukan? Pun soal momongan ini, siapa tahu, setelah melihat perjuangan saya, Tuhan kasihan gitu ya sama saya :).

Dalam rangka busy while waiting saya ini, membaca buku yang berkaitan dengan program kehamilan adalah salah satu upaya saya. Nah, kebetulan nih Stilleto Book baru saja meluncurkan buku “Panduan Cepat mendapatkan Buah Hati” karya Yulinda Puspita. Sangat tepat untuk saya baca kan ya.

Mari saya tuliskan blurbnya.

*

Judul : Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati
Author : Yulinda Puspita
Pembaca Ahli : Bidan Ainun Nufus
Desain Cover : Pungki Letizya
Penerbit : Stiletto Book
Halaman : xiv + 230 hlm
Cetakan : Pertama, 2016
ISBN : 978-602-7572-59-1
Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati merupakan buku yang sangat tepat Anda baca jika saat ini sedang menunggu kehadiran si kecil di tengah keluarga. Dalam buku ini, semuanya dijabarkan dengan tuntas mengenai pemahaman dasar tentang kehamilan sampai tip-tip yang bisa Anda dan pasangan Anda lakukan, di antaranya:
  • Pemahaman tentang sistem reproduksi
  • Cara mengenali masa subur
  • Faktor penghambat kehamilan beserta solusinya
  • Yoga kesuburan yang bisa Anda lakukan
  • Herbal alami untuk meningkatkan kesuburan
  • Tip agar tetap harmonis bersama pasangan
  • Sampai, alternatif lain mendapatkan buah hati

Benar, anak adalah titipan Tuhan. Namun, kita sebagai manusia sudah sepatutnya berikhtiar dan berdoa. Salah satunya adalah dengan membaca dan mempraktikkan apa yang sudah ada di dalam buku ini.

*

Review saya sederhana saja. Bahwa setelah membaca buku ini, ternyata masih baaaanyak sekali yang belum saya tahu tentang seluk beluk kehamilan ini. Misalnya nih, ternyata ada alat (semacam testpack) untuk mengetes apakah kita (yang perempuan-perempuan tentunya :P) sedang dalam masa ovulasi atau tidak lho!  Cara menggunakannya sama. Serius ini saya baru tahu hahahaha. Sepertinya akan langsung saya hunting nih alat ini. Jadi setelah menggunakan system kalender, bisa langsung panggil AM alias pak suami kan ya kalau saya ternyata sedang masa subur #eh hihihihi.

Seperti poin-poin yang sudah tertulis di dalam blurb, demikianlah buku kecil ini memaparkan setiap poin dengan jelas di setiap bab. Ada sembilan bab berikut dalam buku berwarna pink yang unyu-unyu ini.

  1. Pengetahuan Dasar Tentang Kehamilan
  2. Pemahaman Tentang Sistem Reproduksi
  3. Mempersiapkan Kehamilan
  4. Zat Dan Makanan Untuk Meningkatkan Kesuburan
  5. Herbal Alami Untuk Meningkatkan Kesuburan
  6. Tip-Tip Meningkatkan Kesempatan Hamil
  7. Alternatif Lain Mendapatkan Buah Hati
  8. Mitos-Mitos Seputar Kehamilan
  9. Mendapatkan Buah Hati Sesuai Dengan Jenis Kelamin Yang Dibutuhkan
Di setiap bab-nya, teman-teman bisa memperoleh insight baru. Ada beberapa hal yang dituliskan di buku memang sudah saya lakukan sekarang, seperti gaya hidup sehat dan berolahraga secara teratur, misalnya. Atau memilih bahan makanan yang bisa memicu produksi sel telur dengan baik. Atau kesukaan saya akhir-akhir ini untuk beryoga ria, karena ada yoga kesuburan, mesti private ke guru yoga saya nih, minta diajarin pose yang khusus untuk itu hihihihi.
Selanjutnya, ada yang membuat saya shock di bab Mitos-mitos seputar kehamilan. Di sana disebutkan bahwa memang perempuan yang sedang melakukan program hamil sebaiknya mengurangi kopi. Huwaaaaahhhh!! Duh, padahal saya berharap itu memang cuma mitos lho, ternyata faktanya memang begitu hiks hiks *menatap nanar secangkir kopi yang tidak bisa lagi saya nikmati sering-sering* *lebay*. Nama pun usaha yes? Nggak apa-apalah ya puasa ngopi dulu :D.
Ada juga waktu yang tepat untuk bercinta lho! Jangan saya sebutkan di sinilah ya, nanti khawatir … *ilang sinyal*.
Banyaklah pengetahuan-pengetahuan lain yang bisa teman-teman pelajari dari buku ini. Alhamdulillah banget ada buku seperti iini, terima kasih ya, Mbak Yul *sok ikrib* *ketjup*.

Giveaway Time! Saya punya satu buku kece ini untuk teman-teman dengan komentar terbaik di postingan ini. Syaratnya gampil, seperti berikut:
  1. Peserta memiliki alamat pengiriman di Indonesia
  2. Follow Twitter @Stiletto_Book, dan @rindrianie. Yang punya IG boleh lho follow akun stiletto_book dan akun @neng_orin yaa (modus hihihihi)
  3. Jangan Lupa untuk like Facebook Fanpage Stiletto Book
  4. Share info GA ini disalah satu media sosial yang kamu punya. Jangan lupa untuk mention akun Stiletto Book dan saya di twitter dengan hastag #CepatMendapatkanBuahHati
  5. Jawab Pertanyaan di kolom komentar dengan format : nama, akun twitter, dan jawabanmu.

Pertanyaannya adalah:

“Apa mitos tentang kehamilan yang kamu tahu? ”

Misalnya nih, saya pernah disuruh Mamah menginjak jempol orang yang lagi hamil biar ketularan hamil, entah sudah berapa jempol orang hamiil yang menjadi korban injakan saya hahaha. Nah, gampil kan ya pertanyaannya, bisa tanya mbah gugel lho ya. Pokoknya jawaban mitos yang paling unik yang akan saya pilih sebagai pemenang :D.

Giveaway ini berlangsung dari 3 Oktober – 7 Oktober 2016 pukul 24.00 saja yaa. Pengumuman pemenang akan saya posting di sini pada 8 Oktober 2016. Ditungguuuu :-*

Before We Go

If you’re committed to somebody, you won’t allow yourself to look for perfection to someone else.” –Nick Vaughan

 

Film lama sih ini, 2015 kalau nggak salah, tapi saya baru menontonnya semalam di TV. Meski sedikit ketinggalan tidak menonton dari awal (yang biasanya langsung saya skip kalau awalnya terlewat), tapi pesona Chris Evan rupanya membuat saya terhipnotis hingga tidak mampu memindahkan channel *halah*.

Ceritanya sederhana, dua orang asing tidak sengaja bertemu, lantas menghabiskan malam bersama dengan ngobrol ngalor ngidul sampai pagi tiba. Klise? Mungkin. Tapi bagi saya justru dialog-dialog sepanjang film itulah yang menarik. Daripada saya berpanjang lebar menceritakan sinopsisnya, sila tonton trailer berikut saja ya.

Baiklah, tulisan berikutnya adalah spoiler, silakan diskip saja jika temans ingin menonton film ini ya hehehe.

Scene favorit saya adalah saat Nick Vaughan (Chris Evan) berdiri terpaku menatap si mantan kekasih yang masih belum bisa dilupakannya dari jarak sekian meter. Seolah semesta di sekitarnya membeku, seluruh suara melenyap, yang ada hanyalah dia dan si perempuan di ujung sana. Lebay ya saya hahahaha.

Tapi serius deh, di freeze time yang cuma beberapa detik itu, saya bisa mengerti bahwa perasaan cinta seorang lelaki bisa sedemikian besar dan tidak bisa begitu saja hilang. Ceritanya kan mereka putus tuh sudah 6 tahun, tapi saat ketemu lagi si mantan , obviously Nick ini masih terlihat cinta mati sama dia.

Scene berikutnya yang sangat membekas di kepala saya adalah saat Brooke Dalton (Alice Eve) bercerita pada Nick soal suaminya yang berselingkuh. Masalah yang menjadi alasan Brooke ‘lari’ ke New York dengan kemarahan yang meluap, tapi saat dia sadar tidak seharusnya dia lari dari masalah dan ingin kembali pulang, tasnya malah dicuri, ketinggalan kereta terakhir hari itu, hingga hapenya terjatuh dan rusak, lantas berakhir dengan menghabiskan waktu dengan Nick tanpa sengaja.

Saat sesi curhat-curhatan itu, Brooke bercerita bahwa dia begitu marah pada Michael yang telah mengkhianati cinta mereka. Meskipun si suaminya itu lebih memilih Brooke dan meminta maaf untuk kesalahannya, Brooke terlanjur sakit hati. Tapi begitulah, Brooke ternyata begitu mencintai Michael. Momen saat Brooke tertawa kecil sambil menggigit ujung kuku dengan air mata yang menitik saat mengatakannya membuat saya … speechless. Sedemikianlah ya kekuatan seorang perempuan mencintai.

“Sometimes you have to just make the choice and jump.”– Brooke Dalton

Nick menemani Brooke menunggu kereta paling pagi. Berjalan kaki menyusuri Manhattan yang nyaris sepi. Bertandang ke rumah bapak tua cenayang, lantas menumpang beristirahat di kamar hotel temannya Nick.

Di kamar hotel berdua-duaan pake piyama handuk biasanya sih ngapa-ngapain ya *halah*. Tapi itulah uniknya film ini, Brooke -meski bisa saja dia ‘balas dendam’ sama suaminya untuk bisa juga having fun sama Nick, misalnya- memilih tetap berkomitmen pada pernikahannya. Nick, yang -menurut penilaian saya sih ya he he- sudah terlihat sayang sama Brooke karena telah membantunya merelakan Hannah sang mantan kekasih, mendukung keputusan Brooke untuk memperjuangkan rumah tangga mereka.

Saya tidak suka endingnya, meskipun memang sudah seharusnya begitulah ending dari cerita ini (hihihihi kontradiktif :P). Film yang didominasi dialog ini memang bertendensi membosankan, tapi bagi saya, dialog-dialognya sangat menarik untuk disimak. Mungkin karena ngobrol sama Cris Evan mah nggak akan ngebosenin sih ya hahahaha *abaikan*.

Ya sudah begitu dulu, have a great weekend yaa.

The Crystal Voice

Postingan pendek di Senin pagi yang (entah kenapa) selalu terasa lebih hectic dibandingkan pagi hari yang lain.

Jadi ceritanya, kantor pusat tempat saya bekerja ini ada di Jepang. Maka berkorespondensi dengan kolega satu divisi di sana ya sering banget, dalam satu hari, bisa saja lebih dari sepuluh kali berkirim-balas email. Lumayan ‘berteman’ lah akhirnya sama kolega yang satu ini, sebut saja Tsukada san (memang nama sebenarnya hihihihi).

Selain pekerjaan, kami ngobrol hal remeh temeh selayaknya dua orang teman. Obrolan semacam cuaca hari itu biasanya mengawali hari. Atau misalnya minggu lalu, saat di Jepang melintas typhon, Tsukada san akan mengabari dia harus pulang cepat terkait antisipasi angin topan tersebut. Atau ketika saya baru membalas emailnya siang karena mobil saya mogok saat mau berangkat ngantor, maka saya pun bercerita accu-nya harus diganti jadi saya datang terlambat.

Obrolan-obrolan itu selalu terjadi by email, hingga suatu saat saya terpaksa harus meneleponnya. Ngobrol di telepon ternyata sedikit canggung, karena saat saya bicara memakai bahasa Jepang, ndilalah Tsukada san malah membalasnya dengan bahasa Inggris. Ya sudahlah yaaa kita nginggris aja kalau begituh :P. Dan saat masalah penting selesai dibicarakan, Tsukada san mengatakan “You have a crystal voice!” (entah itu maksudnya apa) sebelum perbincangan telepon kami akhiri bhuahahahaha.

Udah sih, mau cerita itu aja. Jika di kantor lama seorang teman pernah mengatakan saya memiliki smiling voice yang terdengar ramah di telepon meskipun saya sedang marah-marah, ternyata sekarang ini saya dituduh ber-crystal voice nih hihihihi. Dan kemudian mulai berpikir jangan-jangan saya berbakat jadi penyanyi *abaikan!*

Well, have a great Monday ya, Pals 😉