Senja. Pantai. Langit jingga. Matahari terbenam, Pasir putih. Ombak menawan. Bisikan Angin laut. Gemerisik daun kelapa. Romansa semesta.
Nyaris sempurna.
Tapi, seperti surga yang tak lengkap bagi Adam jika tanpa Hawa, maka aku tak pernah bisa menjadi diriku tanpa dirinya. Berlebihan memang, tapi…
“Indah ya…” Aku mengangguk tanpa menoleh, lamunanku seketika terhenti. “Kenapa mas suka senja?” Suara itu kini terdengar lebih dekat, rupanya dia sudah duduk di dekatku. Harum parfumnya, yang entah bagaimana sering memabukkanku, menyapa cuping hidupku. Merusak aroma laut yang sedang aku nikmati. Tapi toh aku tidak keberatan, justru bersyukur atas geletar rasa yang datang saat tak sengaja lengannya menyentuh bahuku.
Yasmina Delia, begitu nama cantik wanita jelita di sisiku. Tapi dia bukan cinta pertamaku, bukan dia yang aku harapkan untuk menjadi ‘Hawa’ku di surga kelak, bukan dia yang ingin aku lihat setiap malam sebelum mataku terlelap, bukan dia yang…
“Kamu tidak suka senja, Del?” Aku memutus lamunanku sendiri dengan menjawab pertanyaan Delia dengan pertanyaan lain. Alasan utamaku menyukai senja sangatlah rumit, biarlah kusimpan sendiri.
“Suka kok.” Ujarnya cepat, ” Tapi aku lebih suka menatap mas Ghani menikmati senja seperti tadi.”
“Oh ya? Kenapa?”
“Karena… mmm… Aku tidak tahu,” ucap Delia pelan, seolah tak ingin aku mendengar suaranya. Aku menatapnya, mencoba menebak menduga apa yang dipikirkannya saat menatapku menikmati senja.
“Tidak tahu atau tidak ingin bilang?” Tanyaku lagi seraya mengedipkan mata. Delia tertawa. Lantas perlahan aku menggenggam tangannya. Dingin. Semoga aku bisa membuat tangan itu menghangat. Semoga tangan itu mampu membuat hatiku juga menghangat.
Tawa Delia selalu menghipnotisku. Membuatku terpaku pada pesona yang memancar dari dirinya. Berada di dekatnya selalu membuatku nyaman, untuk kemudian percaya bahwa -apapun yang terjadi- aku akan baik-baik saja. Tapi tetap saja, Delia bukanlah dia.
“Mas masih sering teringat dia, ya?”
“Hah?” percakapan yang mendadak berbelok tidak lebih mengejutkanku daripada pertanyaan Delia yang seolah bisa membaca pikiranku.
“Saat mas Ghani menikmati senja dalam kesendirian seperti tadi, aku pikir mas pasti teringat akan cinta pertama mas itu. Siapa namanya? Seruni ya?” Apa? bagaimana Delia tahu tentang Seruni? Apakah tanpa sengaja aku pernah bercerita padanya? Atau…
“A…aku…”
“Tentunya sulit sekali melupakan seseorang yang begitu dicintai sepenuh hati ya mas.” Lidahku membeku, kata-kata yang ingin aku ucapkan menguap entah kemana. “Aku bohong kalau aku bilang aku tahu bagaimana rasanya, karena nyatanya aku memang tidak tahu kan?” Delia menatapku, matanya yang bening seperti menelanjangiku yang terpana melihatnya menatapku.
“Maaf Del.. aku tidak bermaksud…”
“Iya, aku tahu mas. Aku juga tidak marah kok.” Dan justru itulah yang semakin membuatku merasa bersalah. Aku menggenggam tangan itu lebih erat. Delia mungkin tidak marah, tapi aku yakin dia pasti kecewa. Fakta ini membuat hatiku sakit.
“Apakah mas mencintaiku?”
“Tentu saja.” jawabku cepat.
Seandainya dia -Seruni maksudku- masih ada di sini, apakah aku bisa menjawab pertanyaan itu dengan cepat? Seandainya dia masih ada, apakah mungkin aku bisa mencintai seorang Delia? Seandainya dia…
“”Aku tidak tahu apakah aku bisa lebih mencintai mas Ghani daripada Seruni mencintai mas,” Delia tersenyum menatapku, senyuman yang selalu berhasil membuat jantungku berdegup lebih kencang, “Tapi yang jelas, aku ingin membuat mas Ghani bahagia.” Aku menatap Delia yang masih tersenyum menatapku, berpikir betapa bodohnya aku masih mengingat Seruni yang entah berada di pelukan pria mana saat ada Delia yang tetap setia mencintaiku.
“Terima kasih ya Del…” senja di hadapanku tetap indah, walaupun bukan cinta pertamaku yang sedang aku dekap.
Dan mungkin tidak perlu sempurna untuk bisa menikmati surga.
Bersambung…
Note : 567 kata
___
eeeaaa… kenapa tambah ancur gitu ya? mihihihihi. Tantangan khusus dari masmin @momo_DM untuk pasukan #15HariNgeblogFF yang jarang hapdet *ngacung paling tinggi* 😀
Keren mbak orin, kalau niar jadi yasmine belum tentu bisa bilang gitu, kalau cowok napa kok rata2 masih menyimpan rasa cinta dan ndak bisa hilang cinta sama cewek dulu, padahal belum tentu yang cewek masih cinta ke cowok itu -,-‘
Cerita ini berhasil mengombang ambing kan perasaan ku mbak, kerasa deh kalau gini tappi belum kayak si yasmine yang cantik 😀
___
hahahaha… esmosi bgt nih keknya Niar hihihihi… Padahal Seruni-nya aku buat namanya ‘Ningrum’ aja ya tadi hihihihi
Di kehidupan nyata aku pikir susah jg kek si tokoh di cerita ini Niar, jd gpp kalo ngga begitu *wink…wink…*
LikeLike
hahahha kalau niar mah belum tentu bisa kayak gitu, tapi ada ajah kok yang begitu, logis ajah 😀
tapi yang bikin seru tuh gani buka mata ada cewek yang setia di sebelahnya knpa mikirin yang gag ada #begoo tu cowok :p
___
hihihihi…mari timpukin Ghani rame2 Niar 😀
LikeLike
Salam Takzim
terbelalak membacanya penuh kalimat sastra hingga harus bolak balik membacanya. kalau saja ini diikutkan dalam gaveway bertajuk cinta pasti akan menang, selamat sehat mbak orin
Salam Takzim Batavusqu
___
Hallo kang Isroooo…kangen deh sama salam takzimnya^^
terima kasih apreasiasinya yaa…msh jauh deh dari kalimat sastra, msh belajar heuheuheu
LikeLike
bagus kok teh.. delia hebat banget bisa setulus itu mencintainya 😀
___
Itu dia Mel makanya aku bilang ‘ancur’, coz ga logis heuheuheu
LikeLike
Kata-kata biasa selalu menjadi indah kalau dirangkai mbak Orin nih…. Bahasanya nyastra sekali hehehe
___
nyastra?? duh…masa sih Bun? *bingung sendiri* hihihihi
makasih ya mba Ririn apreasiasinya^^
LikeLike
Ahh Delia begitu tulus cintanya..
Apakah lelki memang begitu ya, selalu menyimpan perasaan lebih pada mantannya?
Oriin aku teerbawa dalm suasana cerita ini..
Sanggupkah aku seperti delia..
___
duh…duh…Teh Nchie senasib sm Niar nih ternyata ya hihihihi…
LikeLike
Kasihan sama Delia. Si Masnya kok teganya-teganya-teganya *tolong hwntikan sayaahh*
___
Oh? ternya si mas Ghani penyuka dangdut ya? #eh? hihihihi
LikeLike
hadehh, mas ghani.. itu kan sudah surga di hadapanmu.. 😛
#cerita ini logis kok Rin.. banyak orang yang begitu kan..? hehhe.. penuturannya lancar.. bagus!
___
iya Mak, sepertinya banyak yg begitu ya, sedikit absurd kalo buatku Mak hihihihi
LikeLike
kasihan sj sama Della
___
Iya ya mba, kesian jg 😀
LikeLike
aahhh kasian si delia…
___
*pukpuk Delia* 😀
LikeLike
wah masih ada bayang-bayang seruni, kasihan delia atuh
___
Karunya nya Teh 😀
LikeLike
oriiiin… damang? cipika..cipiki
ketauan OOT yah/
hihi.. biariiiin
*langsung kabur*
___
mmmhhh…anggeeeeer ci teteh eta mah:P
LikeLike
adelia .. 😦
LikeLike
Tulisanya bagus dik, penuh dengan bahwa sastra, apakah ini diikutkan di usatu lomba? semoga bisa menang 🙂
LikeLike
lho kok tak panggil dik, saya kira ini tadi tulisanya dik niar, ternyata dik niar diatas malah cuma komntar, wkwkwkwkwkw,,, salah blog ternyata, ta kirain tadi blognya niar
LikeLike
Wahhh…maaf ya mas, jadi nyasar ke sini 🙂
LikeLike
karya yang indah Orin, calon novel berikutnya menyusul yang telah diproses, selamat berkarya.
___
novel? tidaaaakkkk…*lebay dot com* terima kasih dukungannya ya Buuu^^
LikeLike
iiih mba orin… so sweet kata2nya… romantis abiss…. meskipun rada pilu ya bacanya..
___
Yg romantis2 biasanya memang berakhir pilu mba Rin hihihi
LikeLike
Ah, tulisannya bagus! Seriusan, udah lama nggak baca cerita pendek romansa yang cukup mengena seperti ini. Lanjutin mbak 😀
___
Terima kasih apreasiasinya mas^^
LikeLike
Keren
Ceritanya menyentuh
Bisa jadi dibukukan nih 🙂
___
Aamiin…mudah2an suatu saat bisa dibukukan kang he he
LikeLike
Pingback: Dari BERAT menjadi BERKAT | RyNaRi
aah…jadi ini awalnya… siip deh..
___
Tengkyu auntie^^
LikeLike
Gk sanggup aku kalo jd delia teh…mending aku jd ghani nya ajah mwahahahahaa 😀
___
bwhuahahaha…ternyata Idang berpotensi spt Ghani ya 😛
LikeLike
Oh Deliaaaa…
Eh mbak Orin, gmn cara ikutan beginian yak? Mau coba belajar bikin fiksi ^^
___
Aku bikin postingan khusus buat ngejawab pertanyaan ini May he he. Sok bikin ajaaah
LikeLike
Perempuan seperti Delia ada kok di kehidupan nyata. Legawa menerima kekasihnya memikirkan perempuan lain. Bahkan ikhlas seandainya si pria akhirnya kembali ke perempuan yg benar2 dicintainya itu. 🙂
___
Hoh? Serius T? coz rasanya aku mah ga bisa legawa seperti itu…
LikeLike
aku selalu kagum dg gaya bahasa dan istilah2 baru yg teteh uraikan dalam sebuah cerita. seperti:
“Tapi, seperti surga yang tak lengkap bagi Adam jika tanpa Hawa, maka aku tak pernah bisa menjadi diriku tanpa dirinya.”
dan
“Dan mungkin tidak perlu sempurna untuk bisa menikmati surga.”
maka itu aku selalu ingin menikmati cerita2mu, Teh……..
inspiring 😀
___
Inspiring?? Aaaahhh… Saraaaaaah *speechless*
LikeLike
Pingback: -2- Secarik Kertas Buram | Rindrianie's Blog
#Senyum Senyum saya membacanya…entah kenapa kalau tentang cinta di mata pria selalu membuat saya Self Reminder… 🙂 …
Saya sudah menghabiskan waktu setengah jam singgah di sini 🙂 #Hauuss nggak da minum # 🙂
Asyik asyik cerpennya menghanyutkan semuanya dari mulai monolog sampai ke sini…sae pisan teh…Mangga ah..bade milarian cai herang heula haus teu disuguhan heee 🙂
LikeLike
wahhh hatur nuhun kang Nanang tos mampir, punteh yeuh cikopina nembe dikaluarkeun heuheu
LikeLiked by 1 person
alhamdulillaah subuh subuh dapet kopi pagi…hangat…:)
LikeLike