If you’re committed to somebody, you won’t allow yourself to look for perfection to someone else.” –Nick Vaughan
Film lama sih ini, 2015 kalau nggak salah, tapi saya baru menontonnya semalam di TV. Meski sedikit ketinggalan tidak menonton dari awal (yang biasanya langsung saya skip kalau awalnya terlewat), tapi pesona Chris Evan rupanya membuat saya terhipnotis hingga tidak mampu memindahkan channel *halah*.
Ceritanya sederhana, dua orang asing tidak sengaja bertemu, lantas menghabiskan malam bersama dengan ngobrol ngalor ngidul sampai pagi tiba. Klise? Mungkin. Tapi bagi saya justru dialog-dialog sepanjang film itulah yang menarik. Daripada saya berpanjang lebar menceritakan sinopsisnya, sila tonton trailer berikut saja ya.
Baiklah, tulisan berikutnya adalah spoiler, silakan diskip saja jika temans ingin menonton film ini ya hehehe.
Scene favorit saya adalah saat Nick Vaughan (Chris Evan) berdiri terpaku menatap si mantan kekasih yang masih belum bisa dilupakannya dari jarak sekian meter. Seolah semesta di sekitarnya membeku, seluruh suara melenyap, yang ada hanyalah dia dan si perempuan di ujung sana. Lebay ya saya hahahaha.
Tapi serius deh, di freeze time yang cuma beberapa detik itu, saya bisa mengerti bahwa perasaan cinta seorang lelaki bisa sedemikian besar dan tidak bisa begitu saja hilang. Ceritanya kan mereka putus tuh sudah 6 tahun, tapi saat ketemu lagi si mantan , obviously Nick ini masih terlihat cinta mati sama dia.
Scene berikutnya yang sangat membekas di kepala saya adalah saat Brooke Dalton (Alice Eve) bercerita pada Nick soal suaminya yang berselingkuh. Masalah yang menjadi alasan Brooke ‘lari’ ke New York dengan kemarahan yang meluap, tapi saat dia sadar tidak seharusnya dia lari dari masalah dan ingin kembali pulang, tasnya malah dicuri, ketinggalan kereta terakhir hari itu, hingga hapenya terjatuh dan rusak, lantas berakhir dengan menghabiskan waktu dengan Nick tanpa sengaja.
Saat sesi curhat-curhatan itu, Brooke bercerita bahwa dia begitu marah pada Michael yang telah mengkhianati cinta mereka. Meskipun si suaminya itu lebih memilih Brooke dan meminta maaf untuk kesalahannya, Brooke terlanjur sakit hati. Tapi begitulah, Brooke ternyata begitu mencintai Michael. Momen saat Brooke tertawa kecil sambil menggigit ujung kuku dengan air mata yang menitik saat mengatakannya membuat saya … speechless. Sedemikianlah ya kekuatan seorang perempuan mencintai.
“Sometimes you have to just make the choice and jump.”– Brooke Dalton
Nick menemani Brooke menunggu kereta paling pagi. Berjalan kaki menyusuri Manhattan yang nyaris sepi. Bertandang ke rumah bapak tua cenayang, lantas menumpang beristirahat di kamar hotel temannya Nick.
Di kamar hotel berdua-duaan pake piyama handuk biasanya sih ngapa-ngapain ya *halah*. Tapi itulah uniknya film ini, Brooke -meski bisa saja dia ‘balas dendam’ sama suaminya untuk bisa juga having fun sama Nick, misalnya- memilih tetap berkomitmen pada pernikahannya. Nick, yang -menurut penilaian saya sih ya he he- sudah terlihat sayang sama Brooke karena telah membantunya merelakan Hannah sang mantan kekasih, mendukung keputusan Brooke untuk memperjuangkan rumah tangga mereka.
Saya tidak suka endingnya, meskipun memang sudah seharusnya begitulah ending dari cerita ini (hihihihi kontradiktif :P). Film yang didominasi dialog ini memang bertendensi membosankan, tapi bagi saya, dialog-dialognya sangat menarik untuk disimak. Mungkin karena ngobrol sama Cris Evan mah nggak akan ngebosenin sih ya hahahaha *abaikan*.
Ya sudah begitu dulu, have a great weekend yaa.