Meskipun usia saya sudah cukup banyak, tetap saja masih banyak hal yang belum pernah saya lakukan. Salah satunya adalah menjadi pendonor darah.
Bukan, bukan karena saya takut jarum atau ngeri melihat darah (ya, iya juga sih, tapi masih bisa ditahan lah :P), tapi banyak sekali alasan kenapa saya ditolak berkali-kali saat ingin melakukan aktivitas tersebut.
Kesempatan pertama waktu masih SMU dulu, ditolak karena saya belum berusia 17 tahun hihihi. Kesempatan berikutnya waktu kuliah, dan ternyata tekanan darah saya terlalu rendah untuk bisa menjadi pendonor darah. Padahal saya punya teman baik anak SAR, ngiri banget sama dia secara saya kepengen jadi anak SAR tapi ga mampu, boro-boro nyari yang hilang di hutan, di kota gede aja saya tersesat *blah*. Jadi cuma bisa sering main ke basecamp mereka, dan berpikir setidaknya saya bisalah ya sekadar donor darah doang mah. Tapi ya gitu, saya selalu ditolak. Pedih.
Dan pada begitu banyak kesempatan berikutnya, alasan si tensi rendah ini entah kenapa selalu membuat saya belum juga bisa mewujudkan keinginan menjadi pendonor.
Padahal, banyak lho manfaat donor darah ini, misalnya :
- Menurunkan berat badan
- Melindungi jantung
- Meningkatkan sel darah merah
- Mencegah stroke
- Meningkatkan kesehatan psikologis
- Memperbarui sel darah baru
- Mencegah resiko terkena penyakit langka
- Menurunkan resiko kanker
- Meningkatkan produksi darah
- Pikiran menjadi lebih stabil
- Menurunkan kolesterol
Bahkan bagi perempuan, menjadi pendonor darah memiliki manfaat lain, yaitu mencegah stres yang seringkali menjadi pemicu penuaan dini, menjaga berat badan ideal dan menjaga kulit tetap kencang lho. Jadi tambah mupeng dong ya.
Etapi tentu saja niat awalnya adalah harus untuk menolong sesama ya manteman, konon, satu kali mendonorkan darah bisa menolong 3 nyawa kan? Kalau kita sehat dan masuk pada kategori bisa menjadi pendonor, kenapa tidak? Iya kan, iya kan? *nyari temen* hihihihi.
Alhamdulillah, akhirnya kemarin, tanggal 10 September 2015, saya bisa juga mendonorkan darah! *tebar confetti, tumpengan*. Meskipun agak-agak drama juga sih. Dan untuk pengingat saya pribadi, saya akan menuliskannya di sini, nggak apa-apa ya? 🙂
Begini ceritanya.
Hari itu saya harus memperpanjang STNK Si Kupi. Samsat dan PMI cabang Bekasi itu tidak seberapa jauh, jadi meskipun tidak direncanakan sebelumnya, saya langsung ke PMI setelah urusan di Samsat selesai. Sejujurnya saya memang skeptis duluan, paling juga ditolak lagi karena tensinya rendah, begitu saya pikir.
Ndilalah ternyata tensi darah saya memungkinkan untuk mendonor saat itu juga. Ih seneng banget deh saya, pokoknya langsung oke mendonor saat itu juga. Setelah dicek ini itu dan sebagainya dan sebagainya, singkat cerita saya sudah berbaring di kursi lengkung khusus itu. Jarumnya yang (ternyata) gede banget itu tidak membuat nyali saya ciut, dan karena Mbaknya sudah ahli, tidak seberapa lama prosesi pemindahan darah dari tubuh saya ke kantung darah sudah berlangsung, tidak ada drama sulit mencari nadi dan salah tusuk semacamnya.
Mbak petugas mengatakan paling sekitar lima-sepuluh menit juga selesai. Saya yang masih dalam euforia senang akhirnya bisa mendonor merasa sangat santai. Anteng saja tuh mainan IG/Twitter, wasap-an haha hihi dengan teman-teman, dan ngerumpi sama Mbak-mbak petugas yang sedang nonton sinetron-entah-apa-yang-dari-Turki-itu, sembari meremas-remas bola karet karena tangan (kiri) saya sedikit terasa kesemutan saat pemindahan darah berlangsung.
Tapi kemudian dalam sekejap semuanya berubah *beuh, lebay bener, Rin! ha ha*. Saya mulai pusing. Keringat dingin mulai mengucur. Mual serasa ingin (maaf) muntah dan pup. Pandangan saya berubah menjadi tidak fokus, ngeblur sodara-sodara. Saya tanya pada si Mbak, kurang berapa lagi darahnya? Dan saya katakan kalau saya merasa sangat pusing. Tinggal 40cc lagi, sedikit lagi Mbak, tahan ya sebentar lagi, katanya begitu.
Lantas saya pun mencoba mengalihkan pikiran, memerhatikan sekeliling, memandang jam dinding-AC-buku-buku di meja-dan sebagainya dan seterusnya. Tapi sepertinya ada saat dimana saya memang ‘hilang’ alias pingsan, karena ketika saya menoleh ke arah Mbak petugas, jarum di tangan saya sudah dilepas, si Mbak menatap saya dengan senyuman sambil berkata “Sudah selesai mbak, kaget juga tadi mbak kelojotan.”
Waitaminute, kelojotan?!?!
Terlepas dari pemilihan kata Mbak petugas yang mengingatkan saya pada detik-detik seekor ayam meregang nyawa pasca disembelih, saya merasa malu hati. Eyampun rupanya saya memang sempat pingsan, temans hahahaha. Dih, badan aja gede, donor darah 350cc aja cemen *nyengir*.
Menurut Mbak petugas, hal semacam demikian wajar saja dialami seorang pendonor yang baru pertama kali mendonorkan darah. Sarapan saya pagi itu mungkin sudah habis karena urusan di Samsat, ditambah saat itu saya bermotor ria di bawah terik matahari pukul 1an Bekasi yang cihui banget kan panasnya. Jadi ya begitulah :P.
Eniwey, setelah menghabiskan segelas teh manis hangat dan menciumi kapas berlumur alkohol, saya berniat pulang, lapar bok. Tapi begitu sampai di parkiran, si rasa pusing itu datang lagi, kan nggak lucu kalau saya pingsan di jalanan ya. Jadi saya buru-buru masuk lagi dengan kunci motor masih tergantung di motor. Minum susu kok ya malah mual, jadi cuma minum air putih banyak-banyak, keluar lagi mengambil kunc tiduran sekitar setengah jam baru pulang.
Perjalanan pulang kurang lebih setengah jam cukup lancar. Setelah makan (saya malah kepengen bakso malang hahahaha), malah sempat mampir belanja dulu ke minimarket, dan baik-baik saja sih Alhamdulillah.
Duh, panjang juga ternyata ya. Baiklah mari kita sudahi saja. Intinya sih saya senang sekali akhirnya bisa mendonorkan darah, dan tidak kapok, dan berencana melakukannya secara rutin. Semoga tensinya normal dan nggak pake acara pingsan lagi, yes?
Ada yang punya cerita menjadi pendonor darah nggak nih?
gua juga belum pernah donor darah nih…
LikeLike
ayo dicobain maaas hehehehe
LikeLike
Belum pernah donor nih sampe sekarang.
LikeLike
Ayo dicobain mas, manfaatnya banyak lho 🙂
LikeLiked by 1 person
Eya ampun, masa sampe kelojotan sih? *_*
Aku belum pernah donor darah, ditolak terus karena BB nya kurang #eaaa
LikeLike
hhahaha…sini subsidi silang sama berat badanku Makteeeee 😀
LikeLike
Waaaah. Selamat Rin buat donor darah pertamanya! Gak nyangka bisa sampe pingsan buat pendonor perdana. Salute! 🙂
LikeLike
mungkin gw-nya aj kurang fit ya Dan *ngeles* hihihihi
LikeLike
Saya juga belum pernah donor darah. Dulu waktu kuliah semester pertama pernah mau donor, sudah check darah, oke buat donor. Sambil nunggu giliran buat diambil darah duduklah saya deket pembaringan orang lagi diambil darahnya. Gak berapa ada teman yang pingsan setelah darahnya diambil. Akhirnya saya mundur, gak jadi donor, jadi takut. Sejak itu liat jarum suntik aja saya parno.
Kemaren periksa darah, waktu petugas ambil darah diujung jari saya melihat ke tempat lain, gak berani melihat ujung jari ditusuk, 🙂
LikeLike
Wah, jadi parno ya mas. Tapi memang jarum untuk donor itu jauh lebih besar, dibandingkan ambil darah untuk MCU misalnya, sempat jiper jg kemarin hahahaha
LikeLike