Rikmo Sadhepo

Akhirnya Mudhoiso tewas. Mati. Modar. Arimbi terbahak sebelum layar diturunkan.

Aku sungguh tidak setuju dengan apa yang sudah Arimbi lakukan baru saja, pasti kami bertiga akan segera mendapat masalah. Tapi, kematian Mudhoiso jujur saja membuatku senang, tak akan ada lagi lelaki hidung belang Β yang mencoba memuaskan nafsu binatangnya semena-mena. Toh lelaki seperti itu memang sudah seharusnya dihapuskan dari muka bumi.

“Shinta, aku pergi dulu.”

“Kamu tuh kebiasaan Arimbi, lempar batu sembunyi tangan.” Ucapku geram, mencoba menahannya pergi.

“Sudah…biar saja si Rikmo yang menanggungnya.”

“Tapi Bi…Arimbi….” Apa? Dia sudah pergi? Edan tenan!

“Saudari Rikmo Sadhepo, Anda saya tahan sebagai tersangka pembunuhan Mudhoiso yang baru saja terjadi,” Arrghh… Arimbi sungguh tidak punya otak, membunuh Mudhoiso saat ada seorang inspektur Suzana menjadi salah satu penonton? Keterlaluan. Seketika aku panik, dan sebaiknya aku pun bersembunyi.

“Mmm…maaf… ada apa ya Bu Inspektur?” Rikmo menatap Inspektur Suzana bingung. Sebetulnya aku kasihan sama dia, tapi biar sajalah, toh sebetulnya dia sendiri yang mencari-cari masalah.

“Lho? Anda jangan pura-pura bodoh ya. Anda kan yang membunuh Mudhoiso dengan keris luk 9 ini?” Inspektur Suzana menunjukkan sang keris berlumuran darah yang kini sudah berada di dalam plastik sebagai bukti utama pembunuhan.

“Apa? Kangmas Mudhoiso tewas?? Kapan Bu polisi??” Seperti aku duga Rikmo histeris, dia tentunya tidak ingat secuil pun atas apa yang dilakukan Arimbi barusan. Detik berikutnya Rikmo pingsan, kasihan sekali dia.

***

“Saudari Rikmo, sebaiknya Anda mengaku saja.” Rikmo menggigil terduduk di ruang interogasi, “Semua bukti-bukti positif mengarah pada Anda. Motif Anda pun kuat.” Inspektur Suzana terus mendesak, mencondongkan tubuhnya mendekati Rikmo yang ada di seberang meja.

“Demi Tuhan bu Polisi, saya sama sekali tidak mengerti yang sampeyan katakan.” Dengan gemetar Rikmo tetap bertahan. Membuat Inspektur Suzana menggebrak meja dengan putus asa. Sudah 2 jam interogasi ini buntu, Rikmo selalu menyanggah, berulang kali mengatakan dia tidak tahu apa-apa, dia tidak pernah membunuh siapa-siapa.

Akhirnya aku menyerah, mungkin ini saatnya aku harus menolong Rikmo.

“Shinta… kamu jangan sok jadi pahlawan kesiangan begitu.” Arimbi menghadangku geram. Ugh, kapan dia datang? Sepintas aku melihat Rikmo yang semakin pasi di kursi.

“Minggir kamu Arimbi, aku harus beritahu Inspektur Suzana kamulah pelakunya, bukan Rikmo.” Arimbi malah terkekeh. Sialan.

“Kamu pikir si inspektur polisi itu bakalan percaya sama kamu?” Aku diam, karena sesungguhnya aku memang tidak yakin.

“Saudari Rikmo… Saudari Rikmo….” Suara Inspektur Suzana semakin menggelegar di telinga Rikmo yang tertekan. Akhirnya Rikmo pun pergi. Terpaksalah aku yang harus menggantikannya, di saat-saat seperti ini si Arimbi terlalu pengecut untuk menampakkan dirinya.

“Bu polisi… maafkan Rikmo, dia memang tidak tahu apa-apa.” ucapku hati-hati, Inspektur Suzana menatapku tajam, membuat hatiku kebat kebit, teringat perkataan Arimbi tadi untuk tidak perlu jadi pahlawan kesiangan. Tapi sudah terlambat. Rikmo terlanjur pergi dan Arimbi masih menghilang.

“Apa maksud Anda?”

“Iya… anu… Rikmo tidak tahu apa-apa bu Polisi.”

“Rikmo itu Anda sendiri bukan?” Nah, ini dia nih yang ditunggu-tunggu. Aku tidak bisa menjelaskannya pada si ibu polisi menik-menik nan gagah di depanku ini. Sayup aku mendengar Arimbi terbahak di tempat persembunyiannya.

“Bukan bu Polisi.”

“Jadi Anda bukan Rikmo? Lantas siapa kalau begitu?” Alis kanan Inspektur Suzana meninggi. Huh, dia memang tidak percaya rupanya.

“Saya… saya Shinta bu Polisi.”

“Hah? Shinta??”

“Iya, dan yang membunuh Mudhoiso itu bukan Rikmo ataupun saya, tapi Arimbi.”

“Apa? Arimbi siapa??” Aku mencoba memanggil Arimbi, tapi tentu saja dia tidak akan keluar dalam keadaan seperti ini. Bagaimana aku harus memancing Arimbi keluar. “Jelas-jelas di KTP nama Anda adalah Rikmo Sadepho, bukan Shinta apalagi Arimbi. Anda jangan mempermainkan saya.”

*plak*

“Aduh… Apa-apaan Anda menampar saya segala?” Tangan kananku masih panas setelah menampar pipi Inspektur Suzana barusan. Dia spontan berdiri. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Kenapa dia hanya diam saja? Sial, Arimbi juga belum mau keluar.

Aku berdiri tiba-tiba dan mencoba mengambil pistol yang ada di pinggang kanannya. Inspektur Suzana refleks menghindar dan melangkah mundur menjauhi meja. Badanku yang berada di tengah meja dengan tangan kiri terulur dimanfaatkannya untuk berlari ke arahku, menelikung tangan kananku ke belakang punggung, dan menekanku dengan keras hingga meja di depanku terdorong.

Tanpa aku minta Arimbi datang. Tenaganya yang luar biasa besar mampu menghentikan dorongan Inspektur Suzana sebelum si meja menyentuh dinding. Sikut kirinya mengarah pada perut bu Polisi yang terkejut karena tiba-tiba saja tersangkanya itu bisa sekuat itu setelah sesaat sebelumnya hanya menangis dan menangis. Arimbi sekarang yang mendorong Inspektur Suzana ke dinding, tangan kanannya yang telah bebas kini mengunci leher polisi itu hingga semua darah di tubuhnya berkumpul di wajah.

“Oke…. oke… lepaskan saya… kita bisa…kita bisa bicarakan ini baik-baik.” Tersengal-sengal dan susah payah Inspektur Suzana mencoba bernegosiasi. Arimbi tahu-tahu sudah mengambil pistol bu Polisi dan memain-mainkannya dengan tangan kiri.

“Saya tidak segan-segan menembakkan peluru ini ke tempurung kepala Anda bu Polisi.” Ancamnya dingin. Inspektur Suzana mengangguk. Arimbi mengendurkan kunciannya ke leher bu Polisi, lantas duduk dengan pistol mengarah pada Inspektur Suzana yang masih terengah-engah di dinding.

“Izinkan saya menelepon.” Inspektur Suzana menelan ludah sebelum bicara. Arimbi hanya mengangguk tanpa menurunkan pistol di tangannya. Aku akui Arimbi memang hebat, dia sudah membuat bu Polisi ini percaya. “Panggil psikiater ke ruang interogasi segera. Cepat ya!”

Arimbi tersenyum padaku, aku lega. Setidaknya kami tidak perlu berada di penjara, sebuah klinik psikiatri mungkin jauh lebih baik.

***

Kisah ini diikutkan dalam Misteri di Balik Layar BlogCamp.

PS : Terinspirasi dari novel “The Fifth Sally karya Daniel Keyes, yang menceritakan seorang wanita yang memiliki 5 kepribadian.

Advertisement

29 thoughts on “Rikmo Sadhepo

  1. hufttt.. ada tiga lakon yang bikin kejutan..

    sukses, Orin.. eMak pilih ini yang menang..!
    ___
    Sebetulnya terlalu pendek dan sedikit dipaksakan Mak, tapi yaa kira2 oke lah ya qiqiqiqi.
    Tapi untuk menang sptnya tidak Mak,ceritaku terlalu ‘aneh’ hehe. eniwey tengkyu ya eMaaaak *ketjup*

    Like

    • tuh kan, teh Orin sendiri mengakui kalau tulisannya ‘aneh’ … hi.hi.hi…
      tapi keren teh …. permainan kata-katanya itu lho bikin ngiri … πŸ˜€
      ___
      hehehe…coz aku suka kepengen nyleneh sendiri Wong, jadi aneh deh jatohnya hahaha

      Like

  2. Sedhaaap…. serahkan pada ahlinya, maka akan terlihat nyata hasilnya.. πŸ™‚
    Angkat dua jempol utk alur yg Orin bikin…. Semoga sukses di GA Cakilnya Pakdhe ya say…
    ___
    ahlinya geje ya auntie? qiqiqiqi. Makasih auntieeee

    Like

  3. Ya ampun Oriiin, kok bisa bikin cerita yang bikin deg-degan kayak gini?
    Kebayang deh kalo orang punya 5 kepribadian, ketemu dengan orang yang punya kepribadian ganda aja kita udah pusing tujuh keliling…

    Selamat ikutan lomba ya, bakal jadi salah satu pemenang kayaknya!
    πŸ˜‰
    ___
    heuheuheu…Orin jg deg2an nulisnya Bu Ir, tapi betul2 banyak ya yg punya ‘penyakit’ ini 😦

    Like

  4. Ceritanya kerennnn banget mbak… tapi mungkin bagi orang yg belum pernah baca tentang para penderita scizophrenia tentang kepribadian ganda mungkin akan sulit memahami ceritanya.
    ___
    Iya mba, kurang cucok untuk cerpen, harusnya memang lebih panjang agar masing2 kepribadian diexplore sendiri2 jadi pembaca bisa ‘ngeh’ he he. Terima kasih yaa

    Like

  5. Rin…kok iso ya bikin cerita ginian,
    Bener kata mb Reni….mb aja musti ulang lagi bacanya baru paham, meskipun ngak 100 %.
    Tapi keren, sukses ya Rin
    ___
    hihihihi… iya mba, mestinya jadi novel, kecepetan klo cerpen ya πŸ™‚

    Like

  6. Edyan…multiple personalities…
    Keren abis Rin!

    Pernah kah baca 24 wajah Billy nya Daniel Keyes juga Rin?
    Agak serem juga ituh ngintip dalem pikiran mereka lho…
    ___
    Justru itu Bi, aku baca si Billy duluan, baru nyari karya Danie Keyes yg lain. Udah baca si Charlie? keren deh Bi πŸ˜‰

    Like

  7. Woi muncul Mira W generasi kini yang kuat di psikiatri (Delusi, Deviasi), Makin takjub Orin dengan blending Rikmo, Shinta dan Arimbinya. Sukses dan Salam
    ___
    Duh…masih jauuuuuuuuuh sekali bu untuk bisa dekat2 dg Mira W mah πŸ™‚

    Like

  8. untung inspektur Suzana pernah baca kepribadian ganda kayak si Sybill,
    jadi bayangin kalo Rikmo punya kepribadian sebanyak 16 kayak Sybill itu, siapa2 lagi yang akan muncul ya
    ___
    Waduh, kalo Rikmo ky Sybil harus dibikin novel Bun heuheu

    Like

  9. Keren teh orin…kepribadian ganda ya, aku jd penasaran ending selanjutnya, ada gk? hihihi πŸ˜€
    ___
    Hmmm…terpikir merombaknya menjadi cerita yg lebih panjang Idang, tapi mgkn nati ya he he

    Like

  10. cerita kl ada tokoh yg berkepribadian ganda itu suka seru ya. Kl di anjangin lagi kayaknya keren tu Rin.. Tp jgn byk2 juga kepribadiannya. Kayak kisah nyata yg sy pernah baca (lupa judulnya apa), pokoknya kepribadiannya sp 13. Sampe cape sendiri sy bacanya.. hehe..
    ___
    Yg mba Chie baca sepertinya Sybil, kalo Billy udah baca mba? dia punya 24 kepribadian heuheu

    Like

  11. Sayang banget terbatas jumlah kata ya Rin? Kalau dieksplor lebih panjang pasti lebih greget πŸ™‚
    Keren keren πŸ˜‰
    ___
    sebetulnya jumlah kata ga dibatasi Del, cuma kmrn pas nulis yg terbatas adalah : waktu, jadi emang terburu2 dan kurang eksplore coz pgn cepet selesai hihihih

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s