Day#8 Ramai

Cerita sebelumnya, day#7

***

Semilir angin menyapa Yogya, menjadikan siang menuju sore ini sejuk, seperti biasanya dan selalu. Dan ini adalah anugerah buatku, buat kami, para manusia yang mengais rezeki di sepanjang Malioboro.

“Masih cape ngga, Pak?” Seorang wanita cantik menyapa saat aku habiskan air mineralku. Tidak ada istilah cape bagi kami para penarik becak untuk setiap pelanggan yang kami tunggu.

Mboten, mbakyu,” jawabku mantap. “Mau keliling Malioboro toh?” tebakku sok tahu. Dia tersenyum, biasanya senyum seperti itu artinya ‘iya’.

Piro Pak?”

“Biasa mbakyu, limolas sewu.”

“Kemana dulu nih kita Pak?” hatiku bersorak. Kuseka cepat keringat yang masih menetes di keningku, dan mengayuh perlahan sesaat setelah wanita itu naik.

“Terserah mbakyu saja.” Aku mengarahkan becakku ke arah keraton. Gapura-gapura putih mulai terlihat jelas. “Mau makan dulu mbakyu?” tawarku saat kami melewati Restoran Raos. SI mbakyu menggelengkan kepalanya tanpa suara.

“Sudah lama mbecak Pak?” Di depan Alun-alun yang ramai pun wanita ini tidak ingin turun untuk berpotret seperti yang lainnya. Aneh.

“Lumayan mbakyu. Sejak krismon itu lho, saya kehilangan pekerjaan saya di Jakarta, perusahaannya gulung tikar.” semoga dia tak merdengar gelombang getir dari suaraku tadi. Peristiwa itu seperti karma bagiku. Mengingat semua yang pernah aku miliki mengasap begitu saja selalu membuatku merasa menjadi manusia paling merana.

“Semuanya memang titipan ya Pak.” Persis, desisku setuju. Semuanya memang cuma numpang lewat, aku sudah ikhlas atas apa yang terjadi, ikhlas aku berakhir menjadi seorang tukang becak, tapi… “tapi memang sulit bersikap ikhlas tanpa syarat ya Pak.” Wanita ini seperti bisa membaca pikiranku. Aku memilih untuk berhenti berpikir.

Nggih, mbakyu.” Dan hanya keramaian di kanan kiri kami yang mengalun syahdu. Aku ikut mengamati kesibukan di sekitar kami seperti yang sedang dilakukan pelangganku ini. Dia seolah menikmati setiap gerakan, semua suara, segala aura yang mungkin terserap indera yang ada. Entah bagaimana, aku menyadari diriku tidaklah sekedar tukang becak di jalanan Malioboro, tapi juga partikel kecil bagian dari semesta raya.

“Langsung ke stasiun saja ya Pak.”

Nggih mbakyu.” Hanya perlu beberapa kayuhan menuju stasiun Tugu yang memang sudah di depan mata. “Mbakyu ini dari mana apa mau ke mana?” Tanyaku saat kami sampai dan membantunya turun dari becak.

“Saya ndak kemana-kemana tapi ada dimana-mana, Pak.” jawabnya seraya tersenyum manis. Selembar seratus ribu dikepalkannya ke tanganku. “Kembaliannya disimpan saja,” katanya lagi, “matur nuwun ya Pak.” Si wanita cantik yang selalu tersenyum itu melangkah ringan menuju stasiun yang pikuk.

“Bundo…Bundo Rahmiiii…” Seorang bule berteriak-teriak dan berlari tergesa hingga menabrak becakku. “Maaf Pak..maaf…” katanya buru-buru dan berlalu dari hadapanku.

Note : 412 kata, bersambung ke day#9

***

Maafkan ceritanya aneh, nguantuk sodara-sodara mihihihihi

28 thoughts on “Day#8 Ramai

  1. Penasaran dengan kelanjutan keberadaan Bundo Rahmi dalam FF Orin 🙂
    ___
    aku jg penasaran Ka, coz ga tau nih si Bundo Rahmi kek gmn endingnya entar hahahaha

    Like

  2. Teh Orin, tukang becaknya yang sahabat saya terkesima dengan bundo Rahmi yang mirip dengan ndoro Raden Ayu Rahmi. salam
    ___
    Jangan-jangan yg turun di stasiun Tugu memang ndoro Raden Ayu Rahmi ya bu Prih, hmmm….

    Like

  3. itu di itung ya mba 412 kata? *penasaran*

    Berasa kayak di Jogja baca tulisan ini 🙂 uapik tenan iki mba yuu 😀
    ___
    eyampun gile aje diitung atu-atu qiqiqi.
    Kalo Nay mau posting di blog, di bagian kiri bawah pasti ada itungannya berapa kata yg udah diketik. Etapi itu kalo WP yah, ga tau jg kalo yg lain he he

    Like

  4. Restoran Raos ki nangendine keraton, teh? 😆
    “SI mbakyu” mbacanya opo mbakyu? 🙂

    ini si mister pindah kejoga ya?
    pasti serabinya udah habis. . .wkwkwkwkwk

    okelah, Bundo Rahmi yang kemarin disebut oleh mister, sekarang ada lagi disni. .. 🙂
    ___
    embuh Idah, kata temenku pokonya ada restoran Raos deket Keraton, wong terakhir ke sono kelas 3 SMP je, lali aku 😛

    Like

  5. Maaf Orin akang baru sempet baca FF-nya …. tapi asli…seru euy!!!! jadi penasaran nunggu kemunculan Bundo Rahmi selanjutnya…jangan2 lagi nyangkut dijemuran tetangga akang he he :mrgreen:
    ___
    Teu sawios-wios Akang, makasih yah udah mampir ngebaca FF alakadarnya beginih.
    Nyangkut di jemuran tetangga akang? ide yg usul sepertinya kang hahahaha

    Like

  6. Oooh namanya bundo Rahmi dan manusia ya? Tadinya saya pikir, “Wah , jangan2 bukan manusia nih …” .. 🙂

    Salam kenal ya, saya sering liat namanya berkomentar di blog teman2. Tadi saya baru dari blog umminya Yunda-Hamas, liat nama mbak Orin, langsung ke sini deh 🙂
    ___
    Terima kasih banyak sudah berkenan mampir mas Mugniar^^ Salam kenal yaa.. maaf tulisan di sini alakadarnya begini he he

    Like

  7. “Hei Mister.. mbok ya hati-hati tho..”

    “Sorry, sorry Mas…”

    “Mengejar sopo tho, Mister?”

    “Itu, Bundo Rahmi yang tadi naik becak ini”

    “Lha.. itu bukan Bundo Rahmi, tapi Mbakyu… piye tho…!”

    Like

  8. Wah…bundo Rahmi dah sampai Jogja jalan2nya… Eh, limolas ewu dibayar satus ewu…hm…lumayan banyak sisanya buat ditabung, hehe…

    Like

  9. Pingback: CerBung – Cerita Bersambung | danikurniawan

Leave a comment