Kisah Tiko dan Cici

Di suatu siang yang panas.

Tiko berjalan gontai, lemas. Tak lama dia terduduk diam di sudut.

“Ko, kenapa kamu?” Tanpa Tiko sadari ternyata Cici sudah ada di dekatnya.

“Aku lapar, Ci.” Jawab Tiko pelan. Cici si cicak merayap lebih mendekati Tiko si Tikus.

“Lapar?”

“Iya.. sudah beberapa hari ini aku tidak makan.” Tiko menunjukkan perutnya yang semakin mengempis. Cici terdiam, menatap perutnya sendiri yang kurus.

“Sama Ko, aku juga tidak makan beberapa hari ini.”

“Oh ya?” Tiko tidak menyangka nasib mereka sama.

“Iya Ko, akhir-akhir ini jarang sekali aku menemukan nyamuk untuk aku santap.”

“Begitu ya?”

“Sepertinya karena Bu Parjo sering sekali menyemprotkan sesuatu itu lho, Ko,”

“Hmm…” Tiko berpikir, mengingat-ingat.

“Itu lho Ko, yang disemprot-semprot di tiap sudut ruangan, di kolong meja, di belakang lemari.”

“Jadi maksud Cici, nyamuk-nyamuk itu mati karena disemprot sama Bu Parjo?”

“Betul Ko.” Jawab Cici sedih. Kini dia berada di depan Tiko. Mereka berdua termenung beberapa saat.

Lantas Cici bertanya, “Ko, kamu kan tidak makan nyamuk. Kok ga bisa makan?”Cici bingung. Karena dia lihat banyak sekali makanan di rumah bu Parjo, tapi kenapa Tiko tidak bisa makan? Aneh kan, ya?

“Makanan sih banyak Ci, tapi semuanya dilindungi.” Jelas Tiko bete.

“Maksudnya?”Cici masih tidak mengerti. Karena nyamuk-nyamuk yang menjadi makanannya tidak dilindungi, tapi disemprot, lantas mati. Tidak enak rasanya memakan nyamuk yang sudah tergeletak mati.

“Itu lho Ci, liat deh kotak di pojok sana itu. Bu parjo menyimpan semua berasnya disitu, Ci. Bukan dalam karung seperti dulu.”

“Oooh… Tapi Ko, kan bisa kamu gigit kotak di pojok itu.”

“Susaaaaaah… Gigiku malah ngilu dan linu Ci. Nih lihat, ada 1 gigiku yang patah, kan.” Tiko memperlihatkan giginya yang tidak lagi sempurna.

“Haaaahhh???” Cici berteriak tidak percaya, dan ikut memperhatikan gigi-gigi Tiko yang tidak sempurna lagi.

“Iya Ci, makanya aku ga bisa makan beras lagi. huhuhuhu.” Tiko akhirnya menangis.

“Tapi kan, banyak juga makanan lain Ko.” Bujuk Cici lagi.

“Kamu liat tidak kotak yang lebih besar di sebelah kotak kecil tadi itu?”

Cici melihat ke arah yang ditunjukkan Tiko. Dia tahu kotak yang sangat besar itu. Nita -anak bu Parjo- sering sekali membuka-tutup pintunya. kadang mengambil buah, kadang mengambil apel. Lho? kan makanan semua disana, kenapa Tiko tidak masuk saja ya??

“Tiko, di kotak besar itu banyak makanaaaaan, kamu kenapa ga masuk aja kesana?”

“Ya ampun Cici, di dalam kotak itu dingiiiiiinnn. Aku bisa mati kalau masuk ke sana.” Jelas Tiko sedikit gusar.

“Serius Ko? Kamu bisa mati kalau masuk ke sana? Dingin??” Cici masih merasa heran.

“Iya Ciciiii. Kalo ga salah itu namanya kulkas. Makanan kalau dimasukkan ke situ jadi lebih awet, tidak gampang basi.”

“Tapi kamu ga bisa ikutan makan ya Ko, ya?” Cici ikut sedih.

“Iya..” Balas Tiko lebih sedih.

Lantas mereka pun terdiam beberapa lama. Memikirkan cara lain agar mereka bisa tetap makan. Saat itu pula lah terdengar Nita berteriak-teriak dari kamarnya.

“Ibuuuuu….ada kecoaaaa…” Suaranya terdengar ke seantero rumah. Ibu Parjo datang. Pak Parjo yang sedang baca koran di teras depan datang. Mbok Nah yang sedang menjemur baju pun datang. Tiko dan Cici menyaksikan kehebohan itu di sudut tembok. Membayangkan si Choro, teman mereka, yang telah membuat Nita berteriak-teriak seperti itu.

“Duh… si Choro dikejar-kejar begitu, Ko.” Cici khawatir, dia merayap beberapa langkah untuk melihat lebih jelas. Terlihat dari arah kamar Nita, Choro berlari secepat dia bisa ke arah mereka.

“Ciciiii… itu Pak Parjo bawa apa?” Tiko ikut-ikutan panik dan mendekati Cici. Saat itu Pak Parjo membawa sesuatu dari kaleng, dan disemprot-semprotkan ke arah Choro.

“Itu…itu… ” Cici tergagap, “Itu yang membunuh nyamuk-nyamuk santapanku itu Ko…” Seru Cici ngeri.

“Hah? Itu kan untuk nyamuk, Ci!!”

“Ga tauuu…mungkin bisa juga untuk kecoa seperti Choro.” Mereka berdua terdiam. Di kejauhan, Pak Parjo rupanya sudah menyemprotkan alat yang dia bawa itu ke Choro. Choro terlihat pusing, berputar-putar, latas terbalik, kakinya di atas, nafasnya tersengal-sengal, dan tak lama kemudian diam tak bergerak.

“Ko….” suara Cici bergetar.

“Iya Ci… sepertinya Choro…” Tiko tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Tiko dan Cici menatap Choro yang sudah tidak bergerak lagi dengan sedih, juga takut. Mereka sepertinya harus segera pindah dari rumah ini. Tapi kemana?Tiko dan Cici bingung…

***

Ehem… walaupun tidak PD, walaupun rasanya terlalu sadis (halah… :P), dan walaupun-walaupun lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu.. Bismillah, saya ikutkan tulisan ini di Lomba Menulis Cerita Anak (Dongeng) Sarikata.com 2011

Semoga memenuhi persyaratan 🙂

 

25 thoughts on “Kisah Tiko dan Cici

Leave a comment